**KOTAKPOST** – Kabar perceraian antara beauty vlogger ternama, Tasya Farasya, dan suaminya, Ahmad Assegaf, menggemparkan publik. Gugatan cerai yang diajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada 24 September 2025, menjadi sorotan utama. Yang membuat publik terkejut adalah tuntutan nafkah anak yang diajukan hanya sebesar Rp100.
Keputusan ini memicu tanda tanya besar. Mengapa angka yang begitu kecil diajukan? Apakah ada makna mendalam di baliknya? Isu ini pun menjadi topik hangat di media sosial, memicu berbagai spekulasi dan diskusi mengenai hak dan kewajiban dalam rumah tangga.
Tuntutan nafkah anak Rp100 yang diajukan oleh Tasya Farasya ternyata bukan sekadar angka, melainkan sebuah bentuk sindiran atas tanggung jawab yang dianggap kurang dari pihak Ahmad Assegaf. Mohammad Fattah Riphat, kuasa hukum Tasya, menjelaskan bahwa kliennya ingin menyampaikan protes keras terhadap sikap Ahmad selama pernikahan.
Fattah mengungkapkan, Tasya merasa tidak mendapatkan nafkah lahir dan batin yang layak selama berumah tangga. Oleh karena itu, tim hukum memutuskan untuk mengajukan angka simbolis tersebut. Tujuannya adalah untuk menguji seberapa besar tanggung jawab mantan suami terhadap anak-anaknya.
“Jika tuntutan Rp100 saja tidak bisa dipenuhi, bagaimana dengan tanggung jawab etik yang sesungguhnya?” sindir Fattah.
Selain tuntutan nafkah yang menjadi sorotan, fakta lain yang tak kalah mengejutkan terungkap. Sangun Ragahdo, kuasa hukum Tasya lainnya, mengungkapkan bahwa Ahmad Assegaf telah menjatuhkan talak jauh sebelum gugatan cerai didaftarkan.
“Tasya dan Ahmad sudah bercerai secara agama sejak 10 September lalu,” jelas Sangun.
Perpisahan ini bukan hanya masalah hukum, tetapi juga perpisahan rumah tangga. Tasya dan Ahmad kini telah berpisah tempat tinggal.
Pemicu utama perceraian ini bukanlah semata-mata masalah nafkah yang minim, melainkan masalah kepercayaan. Spekulasi yang beredar menyebutkan bahwa keretakan rumah tangga ini terkait dengan dugaan penggelapan uang perusahaan yang mencapai Rp23 miliar.
Setelah talak agama diucapkan, Tasya menunjukkan sisi rapuh yang jarang ia perlihatkan di media sosial. Unggahan-nya menampilkan foto bersama kedua anaknya dengan pesan menyentuh, “Penguat hidup mama.”
Ia juga mengunggah foto dirinya dengan mata sembab, seolah baru selesai menangis. Tasya mengaku masih belum siap menghadapi kenyataan pahit yang menimpanya. Ia bahkan merasa bahwa apa yang dialaminya seperti cerita orang lain, bukan dirinya sendiri. Unggahan kerinduan pun muncul, seperti foto kenangan dicium suami, potret ranjang yang kosong, dan playlist lagu melankolis.
Kasus Tasya Farasya ini menjadi pengingat akan pentingnya kewajiban suami dalam pernikahan.
**1. Perspektif Agama**
Dalam Islam, jika suami lalai menafkahi istri selama 12 bulan berturut-turut, istri memiliki hak untuk mengajukan gugatan cerai (fasakh). Kewajiban menafkahi anak tetap melekat pada ayah, bahkan setelah perceraian.
**2. Perspektif Hukum Positif (Indonesia)**
Suami yang menelantarkan istri dan anak, termasuk tidak memberikan nafkah, dapat dijerat pidana penelantaran. Tindakan ini termasuk dalam Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), sesuai Undang-Undang Penghapusan KDRT. Sanksinya bisa berupa hukuman penjara hingga 3 tahun atau denda maksimal Rp15 juta. Jika penelantaran ditujukan kepada anak, sanksi pidananya bisa lebih berat lagi.
Rumah tangga yang kokoh dibangun di atas fondasi tanggung jawab dan kepercayaan. Ketika salah satu pilar ini runtuh, keretakan tidak terhindarkan, seperti yang dialami oleh Tasya Farasya.