Harga rumah di kawasan Jabodetabek semakin sulit dijangkau oleh pekerja muda. Kenaikan harga properti yang pesat tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan yang memadai. Akibatnya, mimpi memiliki rumah sendiri di sekitar Jakarta menjadi semakin jauh.
Rata-rata harga rumah tapak di Jabodetabek kini telah mencapai angka yang fantastis, yaitu sekitar Rp2 hingga Rp2,5 miliar per unit. Sementara itu, gaji kebanyakan pekerja muda masih jauh di bawah kemampuan untuk membeli rumah dengan harga tersebut. Hal ini menjadi tantangan besar bagi generasi muda yang ingin memiliki hunian di kota-kota besar.
Harga Rumah Terus Meroket, Gaji Tertinggal
Kenaikan harga rumah yang signifikan menjadi perhatian utama. Laporan dari Leads Property Service Indonesia menunjukkan bahwa pada kuartal III-2023, harga jual rumah tapak di Jabodetabek mencapai rata-rata Rp2,5 miliar.
Berikut adalah rincian harga rumah di beberapa wilayah Jabodetabek:
- Jakarta: Rp5,4 miliar
- Tangerang: Rp3,1 miliar
- Depok: Rp1,8 miliar
- Bekasi: Rp1,5 miliar
- Bogor: sekitar Rp900 juta
Fenomena ini menunjukkan bahwa rumah dengan harga di atas Rp2 miliar semakin diminati, meskipun tidak semua orang mampu membelinya. Data dari semester II-2023 mengungkapkan hal menarik:
- Rumah di bawah Rp600 juta terjual sebanyak 26% dari total penjualan.
- Rumah dengan harga Rp600 juta hingga Rp1,3 miliar mencapai 40% dari total penjualan.
- Rumah seharga Rp2 hingga Rp3 miliar berkontribusi sebesar 12% dari total penjualan.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa rumah mewah mulai menjadi tren baru di kawasan satelit Jakarta, terutama karena peningkatan akses transportasi yang memadai.
Gaji dan Kemampuan Membeli Rumah
Kesenjangan antara harga rumah dan pendapatan menjadi masalah utama. Kenaikan harga properti yang pesat tidak sejalan dengan peningkatan gaji pekerja. Sebuah simulasi dari Kompas Properti memberikan gambaran jelas:
- Dengan gaji Rp5 juta per bulan, seseorang hanya mampu membeli rumah seharga Rp210–280 juta.
- Gaji Rp10 juta per bulan memungkinkan seseorang membeli rumah maksimal seharga Rp420–560 juta.
- Sementara itu, dengan gaji Rp15 juta per bulan, rumah ideal yang bisa dibeli berkisar antara Rp630–840 juta.
Untuk membeli rumah seharga Rp2 miliar tanpa kesulitan finansial, seseorang membutuhkan gaji minimal Rp50 juta per bulan, dengan asumsi cicilan maksimal 30% dari pendapatan.
Rumah Subsidi: Harapan yang Terbatas
Pemerintah telah menetapkan kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang berhak mendapatkan rumah subsidi. Batas penghasilan untuk kategori ini adalah Rp14 juta (menikah) dan Rp12 juta (belum menikah).
Namun, harga rumah subsidi di Jabodetabek hanya sekitar Rp185 juta, jauh lebih rendah dibandingkan harga pasar. Hal ini menyebabkan banyak pekerja muda terjebak dalam situasi sulit. Gaji mereka berada di atas batas MBR, tetapi tidak cukup untuk membeli rumah komersial yang harganya mencapai miliaran rupiah.
Fenomena ini mencerminkan kesenjangan yang signifikan antara pertumbuhan harga properti dan daya beli masyarakat. Jika tren ini terus berlanjut, generasi muda di kota-kota besar berisiko menjadi “generasi kontrakan permanen.” Situasi diperburuk oleh biaya hidup yang terus meningkat di Jabodetabek, sementara kenaikan gaji tahunan rata-rata hanya berkisar antara 4–6%.
Solusi yang Mungkin
Beberapa pengamat telah mengemukakan beberapa solusi yang mungkin untuk mengatasi masalah ini. Langkah-langkah yang perlu diambil meliputi:
- Meningkatkan ketersediaan rumah menengah yang terjangkau, dengan harga sekitar Rp300–800 juta.
- Memberikan insentif pajak dan uang muka rendah bagi pembeli rumah pertama.
- Mendorong pengembangan hunian yang dekat dengan transportasi publik untuk efisiensi bagi para pekerja.
Realitanya, harga rumah di Jabodetabek kini bukan lagi Rp1 miliar, melainkan Rp2 miliar ke atas. Sementara itu, mayoritas gaji pekerja masih berkisar antara Rp5–10 juta per bulan. Kesenjangan ini menjelaskan mengapa impian memiliki rumah sendiri di sekitar Jakarta terasa semakin sulit untuk diwujudkan.