News  

**Teuku Nasrullah Bongkar Polemik Ijazah Jokowi: Analisis Hukum Mendalam**

Avatar of Detikcoy
Teuku Nasrullah Bongkar Polemik Ijazah Jokowi Analisis Hukum Mendalam

Pakar hukum Teuku Nasrullah buka suara mengenai polemik tuduhan ijazah palsu yang dialamatkan kepada Joko Widodo (Jokowi). Ia memberikan pandangannya setelah penetapan 8 tersangka dalam dua klaster oleh Polda Metro Jaya sejak 7 November 2025. Dalam acara Indonesia Lawyers Club Reborn pada 15 November 2025, Teuku menjelaskan cara membuktikan keaslian atau kepalsuan dokumen hukum.

Teuku Nasrullah menguraikan dua metode utama untuk mengungkap kebenaran dokumen hukum. Ia menekankan pentingnya pembuktian yang cermat dalam kasus ini. Pembuktian tersebut sangat krusial, bahkan dapat menentukan apakah tuduhan yang ada masuk dalam kategori fitnah atau pencemaran nama baik.

Metode Pembuktian Dokumen Hukum

Teuku Nasrullah menjelaskan bahwa dalam hukum, terdapat dua cara untuk membuktikan keaslian atau kepalsuan suatu dokumen. Pertama, dengan menghadirkan bukti-bukti yang kuat untuk membuktikan kepalsuan. Kedua, dengan tidak dapat membuktikan bahwa dokumen tersebut palsu.

Pembuktian Melalui Penerbit Ijazah

Salah satu mekanisme yang disoroti oleh Teuku adalah dengan melibatkan pihak penerbit ijazah dalam proses pembuktian. Ia menekankan pentingnya mengundang penerbit untuk memberikan penjelasan terkait spesifikasi dokumen.

* “Penerbit menyampaikan kepada aparat penegak hukum ini speknya dan dalam proses penegakan hukum diuji dengan pemikiran-pemikiran keahlian, para ahli dihadirkan untuk menguji itu,” ujar Teuku.

Proses ini melibatkan pengujian keahlian dan pendapat para ahli untuk memastikan keabsahan dokumen.

Fitnah dan Pencemaran Nama Baik

Teuku Nasrullah juga mengingatkan bahwa pembuktian sangat menentukan arah kasus, termasuk ketika tuduhan dinilai sebagai fitnah.

* “Bahkan ada pakar yang berpendapat bahwa baru bisa dihukum ujaran apa fitnah atau pencemaran nama baik kepada si penuduh bahwa baju Pak Karni itu palsu setelah dapat dibuktikan bahwa baju Pak Karni itu adalah asli,” jelasnya.

Artinya, penggunaan pasal pencemaran nama baik hanya dapat diterapkan jika tuduhan tersebut terbukti tidak benar.

Kasus Ijazah Jokowi untuk Kepentingan Umum

Teuku Nasrullah kemudian menyinggung Pasal 310 Ayat 4 dan Pasal 27 Undang-Undang ITE, yang menyatakan bahwa tuduhan tidak dianggap sebagai pencemaran nama baik jika dilakukan untuk kepentingan umum.

* “Nah, kita melihat apakah sebenarnya kasus ijazah palsu Pak Jokowi ini tidak dikaitkan dengan kepentingan pribadi Pak Jokowi, lebih kepada persyaratan yang ditentukan oleh KPU dalam pencalonan sebagai Presiden Republik Indonesia,” terang Teuku.

Ia mempertanyakan apakah kritik terhadap persyaratan presiden masuk dalam kategori kepentingan umum.

* “Apakah kritisi sebagai syarat presiden itu masuk kategori kepentingan umum atau tidak?” sambungnya.

Menurutnya, hal ini berkaitan dengan kepentingan negara dan kepentingan umum yang krusial.

Pentingnya Menghindari Moral Hazard dalam Penegakan Hukum

Teuku Nasrullah juga mengingatkan untuk menghindari adanya “moral hazard” dalam penegakan hukum. Ia menekankan pentingnya memastikan keadilan dan menghindari tindakan yang merugikan.

* “Tidak boleh ada moral hazard dalam penegakan hukum. Masukkan aja dulu, nanti nggak terbukti nggak apa-apa, yang penting kita sudah bisa tahan,” sambungnya.
* “Nanti dihitung-hitung masa penahanan, dipas-paskan dengan masa penghukuman, itu adalah problem moral hazard di dalam penegakan hukum,” lanjut Teuku.

Ia menekankan bahwa praktik semacam ini harus dilawan demi menjaga integritas hukum.

* “Tidak boleh ada satu orang pun yang membiarkan keadaan itu, itu harus kita lawan,” lanjutnya.
* “Kalau kita cinta dengan aparat penegak hukum, kita cinta dengan Polri, kita cinta dengan Kejaksaan, hindari penggunaan pasal-pasal yang sekadar menjadi cantolan dalam penegakan hukum,” tuturnya.

Penetapan Tersangka

Dalam kasus ini, terdapat dua klaster penetapan tersangka. Klaster pertama melibatkan inisial ES, KTR, MRF, RE, dan DHL yang dijerat dengan Pasal 310, Pasal 311, Pasal 160 KUHP, serta beberapa pasal dalam Undang-Undang ITE. Klaster kedua melibatkan RS, RHS, dan TT dengan pasal yang serupa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *