Gustika Jusuf, cucu Wakil Presiden pertama RI Mohammad Hatta, mengungkapkan kritikan pedas terhadap pemerintahan saat merayakan HUT ke-78 RI. Unggahannya di Instagram yang menampilkan dirinya mengenakan kebaya hitam dan batik slobog di Istana Negara segera viral. Ia menjelaskan pilihan busananya sebagai simbol duka atas kondisi bangsa.
Pilihan busana Gustika bukan tanpa alasan. Batik slobog, menurutnya, umumnya dikenakan dalam upacara pemakaman di Jawa. “Walau bukan Kamisan, pagi ini aku memilih kebaya hitam yang sengaja kupadukan dengan batik slobog untuk memperingati 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia,” tulis Gustika di Instagram. Ia menambahkan bahwa dalam budaya Jawa, pakaian memiliki simbolisme yang mendalam. Motif slobog, yang berarti longgar atau terbuka, melambangkan pelepasan dan pengantaran, sering digunakan dalam prosesi pemakaman.
Kritikan Gustika tak hanya menyasar pada pilihan busana. Ia juga mengecam kondisi bangsa yang menurutnya penuh keprihatinan. Ia menyinggung kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan dan menimpa aktivis HAM. Ia juga menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya militerisasi di ruang sipil, serta penyalahgunaan kekuasaan dan propaganda untuk menutupi kesalahan masa lalu.
Pernyataan Gustika yang paling kontroversial adalah kritiknya terhadap pemimpin negara saat ini. “Kini kita dipimpin oleh seorang Presiden penculik dan penjahat HAM, dengan Wakil anak haram konstitusi,” tegasnya dalam unggahan tersebut. Pernyataan ini jelas menunjukkan kekecewaannya yang mendalam terhadap kepemimpinan saat ini dan menunjukkan adanya ketidakpuasan publik terhadap pemerintahan yang berkuasa.
Ia menilai, hak asasi rakyat Indonesia seringkali diabaikan oleh penguasa yang tidak memiliki empati. Pemerintah juga dianggap melakukan upaya pemutihan dosa-dosa masa lalu melalui manipulasi sejarah. Sebagai contoh, Gustika menyoroti kekerasan aparat yang mengakibatkan korban jiwa di Pati, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Kejadian ini menurutnya merupakan satu dari sekian banyak bukti pengabaian nilai kemanusiaan.
“Jujur tidak sampai hati merayakan hari kemerdekaan Indonesia ke-80 tanpa rasa iba, dengan peristiwa demi peristiwa yang mengkhianati nilai kemanusiaan yang datang bertubi-tubi, seperti kekerasan aparat yang baru saja mengorbankan jiwa di Pati minggu ini,” pungkas Gustika. Pernyataan ini menunjukkan keprihatinan mendalam Gustika terhadap situasi politik dan HAM di Indonesia.
Kritikan Gustika Jusuf ini menjadi sorotan publik karena disampaikan oleh seorang keturunan tokoh penting Indonesia. Latar belakang keluarganya sebagai cucu Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama RI, memberikan bobot tersendiri pada kritik yang dilontarkannya. Pernyataannya pun memicu beragam reaksi dan perdebatan di media sosial. Beberapa pihak menilai kritik Gustika sebagai bentuk kebebasan berekspresi, sementara yang lain menganggapnya sebagai pernyataan yang provokatif. Namun, pernyataan ini menunjukkan adanya kegelisahan dan ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap kondisi bangsa saat ini. Pernyataan ini juga memicu diskusi publik tentang peran generasi muda dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan menegakkan keadilan dan HAM di Indonesia. Perlu adanya penyelidikan lebih lanjut atas tuduhan-tuduhan serius yang dilontarkan Gustika untuk memastikan keabsahannya dan mencari solusi atas permasalahan yang diungkapkannya. Ini penting agar kebebasan berekspresi tetap terjaga, namun juga agar tidak ada penyebaran informasi yang menyesatkan.