Balap Sapi Duyu: Tradisi yang Membara, Membangun Persatuan Generasi
Aksi menegangkan karapan sapi di Duyu, Palu, bukan sekadar hiburan. Perhelatan Minggu sore itu menyatukan warga, pejabat, dan pemuda dalam semangat menjaga warisan budaya Sulawesi Tengah. Aroma tanah basah bercampur sorak sorai memenuhi udara Kelurahan Duyu, Tatanga, Palu. Lapangan yang biasanya sepi, mendadak dipenuhi lautan manusia yang antusias menyaksikan tradisi karapan sapi.
Suara musik tradisional berpadu dengan derap langkah sapi yang beradu cepat. Anak-anak berlarian membawa bendera kecil, ibu-ibu mengipasi wajah sembari tertawa, sementara para bapak berteriak memberi semangat kepada “jagoan” mereka. Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, dr. Reny A. Lamadjido, turut hadir membuka secara resmi perlombaan, memberikan dukungan nyata bagi kelangsungan tradisi ini.
Kehadiran Muhammad Fathur Razaq, Ketua Rembuk Pemuda Sulawesi Tengah, menambah semarak acara. Bagi Fathur, karapan sapi bukan hanya tontonan, tetapi juga warisan budaya yang mengajarkan nilai kebersamaan, sportivitas, dan gotong royong. Pesan penting disampaikan Fathur kepada generasi muda: “Anak muda jangan hanya jadi penonton,” ujarnya penuh keyakinan. “Kita harus ikut menjaga dan melestarikan. Inilah identitas kita, kebanggaan kita.”
Kata-kata Fathur membakar semangat para pemuda. Beberapa remaja yang awalnya hanya menonton, ikut membantu mengatur jalannya lomba atau mendekati para joki untuk belajar lebih dalam tentang tradisi ini. Suasana semakin hangat dengan kehadiran Rizky Lahadalia, putra Menteri ESDM RI, Bahlil Lahadalia.
Bersama Wakil Gubernur dan Fathur Razaq, Rizky berbaur dengan masyarakat, berbagi tawa, berfoto bersama, menikmati irama tradisional yang menggema. Duyu menjadi saksi bagaimana tradisi mampu menyatukan generasi, pejabat, tokoh muda, dan masyarakat dalam satu ruang kebersamaan.
Karapan sapi di Duyu bukan sekadar hiburan rakyat, tetapi juga penguatan ikatan persaudaraan dan identitas budaya Sulawesi Tengah. Saat matahari mulai terbenam, jejak kaki sapi di tanah berdebu seolah meninggalkan pesan: selama masih ada yang peduli, tradisi ini akan terus hidup. Di tengah riuh rendah tawa penonton, harapan besar terpatri: generasi muda akan menjadi penjaga setia warisan karapan sapi Duyu, meneruskannya melewati waktu.