Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas praktik jual beli rekening bank yang digunakan untuk judi online. Desakan ini muncul setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan 571.410 NIK penerima bantuan sosial (bansos) terindikasi terlibat judi online.
PPATK mencocokkan data 28,4 juta NIK penerima bansos dengan 9,7 juta NIK pemain judi online. Hasilnya mengejutkan: ratusan ribu NIK penerima bansos terlibat, dengan total transaksi mencapai Rp15 miliar. Angka ini menunjukkan betapa masifnya praktik ini dan betapa rentannya sistem bansos terhadap penyalahgunaan.
Abdullah menekankan pentingnya penindakan tegas terhadap penjual dan pembeli rekening. Hal ini perlu dilakukan sesuai hukum yang berlaku, guna mencegah semakin suburnya transaksi judi online dan mencegah memperdalam jurang kemiskinan masyarakat. Ia menyebutkan beberapa pasal yang dapat digunakan sebagai dasar hukum, yaitu Pasal 303 KUHP dan UU ITE Pasal 27 ayat 2.
Ancaman Hukum yang Berat bagi Pelaku
Pasal 303 KUHP mengatur soal perjudian dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda hingga Rp25 juta. Sementara itu, UU ITE Pasal 27 ayat 2 mengatur larangan perjudian online dengan sanksi penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar. Hukuman yang berat ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku.
Lebih lanjut, Abdullah menyoroti fakta bahwa transaksi jual beli rekening untuk judi online kini dilakukan secara daring dan luring, baik di perkotaan maupun pedesaan. Meskipun sudah ada penindakan, praktik ini justru semakin menjamur, menunjukkan betapa kompleksnya permasalahan ini.
Perlu Penanganan Secara Menyeluruh
Abdullah mendesak penanganan menyeluruh dari hulu hingga hilir. Proses pemberantasan harus dimulai dari deteksi oleh PPATK, dilanjutkan investigasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bank, dan diakhiri dengan penyelidikan oleh kepolisian. Koordinasi yang efektif antar lembaga sangat krusial dalam memberantas kejahatan ini.
Sebagai contoh, setelah PPATK mendeteksi transaksi mencurigakan, OJK dan bank harus segera melakukan investigasi dan validasi data untuk pemblokiran rekening. Kemudian, kepolisian harus melakukan penyidikan dan penyelidikan lebih lanjut untuk menangkap dan memproses para pelaku.
Menelusuri Aliran Dana dan Pencegahan Pencucian Uang
Selain itu, Abdullah juga meminta PPATK, OJK, dan kepolisian untuk menelusuri lebih dalam aliran dana dari rekening-rekening judi online. Berdasarkan pengalaman internasional, praktik pencucian uang sangat mungkin terjadi dalam kejahatan ini. Oleh karena itu, pengungkapan aliran dana dan penindakan terhadap pencucian uang menjadi hal yang sangat penting.
Kepolisian harus mampu mengungkap praktik pencucian uang yang mungkin dilakukan oleh para pelaku judi online. Hal ini membutuhkan investigasi yang mendalam dan kerjasama internasional jika diperlukan, mengingat sifat transaksi online yang dapat melewati batas negara.
Peran Masyarakat dalam Pencegahan
Selain peran penegak hukum, peran masyarakat juga sangat penting dalam mencegah praktik ini. Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan edukasi terkait bahaya judi online dan penyalahgunaan rekening bank. Peningkatan literasi digital juga sangat penting untuk melindungi diri dari kejahatan siber.
Pentingnya kesadaran masyarakat untuk tidak terlibat dalam jual beli rekening dan untuk melaporkan setiap kecurigaan transaksi mencurigakan kepada pihak berwenang. Kerjasama antara masyarakat dan aparat penegak hukum menjadi kunci keberhasilan dalam memberantas kejahatan ini.
Kesimpulan
Praktik jual beli rekening untuk judi online merupakan kejahatan yang serius dan membutuhkan penanganan yang komprehensif. Kerjasama yang kuat antara PPATK, OJK, kepolisian, dan masyarakat sangat penting untuk memberantas praktik ini dan melindungi masyarakat dari dampak negatifnya. Penegakan hukum yang tegas dan konsisten sangat diperlukan untuk memberikan efek jera dan mencegah kejahatan serupa di masa mendatang.