IM57+ Institute Menentang Permintaan Amnesti Wamenaker Immanuel Ebenezer
Institut IM57+, yang beranggotakan mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), secara tegas menolak permintaan amnesti yang diajukan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer, alias Noel. Mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menolak permintaan tersebut dan menghindari pengulangan kesalahan serupa seperti pemberian amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Ketua IM57+, Lakso Anindito, menilai permintaan amnesti Noel sangat tidak tepat mengingat kasus dugaan pemerasan yang menjeratnya. Kasus ini terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, dan jaraknya yang sangat dekat dengan kasus dugaan korupsi pemerasan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). OTT tersebut dilakukan hanya empat minggu setelah penahanan tersangka dalam kasus korupsi TKA.
“Permintaan amnesti tersebut sebetulnya tidak tepat untuk diminta dan Presiden Prabowo sudah seharusnya menolaknya,” ujar Lakso kepada wartawan pada Minggu (24/8). Anindito menekankan pentingnya dukungan Presiden Prabowo terhadap KPK agar independensi lembaga tersebut tetap terjaga. Ia khawatir berbagai upaya intervensi dan pelemahan akan kembali dilakukan terhadap KPK jika lembaga ini menunjukkan komitmen untuk mengembalikan independensi dan kepercayaan publik.
“Presiden harus memberikan dukungan penuh karena akan ada berbagai upaya untuk mengintervensi dan bahkan melemahkan KPK ketika KPK sudah mulai kembali menunjukan komitmen untuk mengembalikan independensi dan kepercayaan publik,” tegas Lakso. Sikap Presiden Prabowo dalam menangani kasus hukum yang melibatkan jajaran Kabinetnya akan sangat menentukan arah pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Inilah momentum Presiden untuk membuktikan bahwa ungkapan anti korupsi pada sidang tahunan bukan hanya retorika tetapi kerja nyata,” tambahnya. Lakso melihat kasus ini sebagai ujian bagi Presiden Prabowo untuk menunjukkan komitmen nyata dalam pemberantasan korupsi, bukan sekadar retorika.
Permintaan Amnesti Noel dan Reaksi Terhadap Kasus Hukumnya
Sebelum ditahan KPK pada Jumat (22/8), Noel menyampaikan permintaan amnesti kepada Presiden Prabowo. Ia berkaca pada pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong.
“Semoga saya, semoga saya mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo,” kata Noel saat memasuki mobil tahanan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Noel juga menyampaikan permintaan maaf kepada Presiden Prabowo, keluarganya, dan rakyat Indonesia atas kasus hukum yang menimpanya.
Noel membantah tuduhan pemerasan dalam pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Ia menduga adanya upaya untuk mencoreng namanya dengan narasi pemerasan tersebut.
“Kasus saya bukan kasus pemerasan, agar narasi di luar tidak menjadi narasi yang kotor memberatkan saya,” tegasnya. Pernyataan Noel ini perlu dilihat secara kritis mengingat bukti-bukti yang dimiliki KPK.
Detail Kasus Dugaan Korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan
KPK menetapkan Noel sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam pengurusan sertifikat K3 di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Selain Noel, delapan pejabat Kemnaker dan dua pihak swasta juga ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka diduga melanggar Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kasus ini menunjukkan kompleksitas masalah korupsi yang terjadi di pemerintahan dan perlu ditangani secara serius. Penegakan hukum yang tegas dan konsisten sangat dibutuhkan untuk memberikan efek jera. Permintaan amnesti Noel menjadi sorotan publik dan menguji komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Daftar tersangka lainnya meliputi: Irvan Bobby Mahendro, Gerry Aditya Herwanto Putra, Anitasari Kusumawati, Subhan, Fahrurozi, Hery Sutanto, Sekarsari Kartika Putri, Supriadi, Temurila, dan Miki Mahfud dari PT KEM Indonesia. Kasus ini menandakan masih adanya praktik korupsi yang merajalela di instansi pemerintahan.
Implikasi Politik dan Hukum Kasus Noel
Kasus ini memiliki implikasi politik dan hukum yang signifikan. Penolakan permintaan amnesti oleh Presiden Prabowo akan memperkuat citranya sebagai pemimpin yang anti-korupsi. Sebaliknya, pengabulan permintaan tersebut dapat menimbulkan kontroversi dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintahannya.
Proses hukum yang adil dan transparan sangat penting untuk memastikan keadilan ditegakkan. Publik berharap KPK dapat mengungkap seluruh fakta dan aktor yang terlibat dalam kasus ini agar dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Kasus ini juga menggarisbawahi pentingnya reformasi birokrasi dan peningkatan pengawasan untuk mencegah terjadinya korupsi di masa mendatang.