Pakar digital forensik, Rismon Sianipar, mempertanyakan keabsahan ijazah Presiden Jokowi berdasarkan hasil penyelidikan Bareskrim Polri. Ia mencurigai kejanggalan pada formulir registrasi Jokowi yang terlihat di layar belakang saat konferensi pers Dirtipidum Brigjen Pol Djuhandani Raharjo.
Formulir tersebut menunjukkan Jokowi sebagai mahasiswa Kehutanan UGM dengan NIM 1681 TA. Meskipun UGM menyatakan Jokowi sebagai lulusan sarjana, Rismon menyoroti pilihan Jokowi pada formulir registrasi semester 1 tahun 1981/1982.
Jokowi memilih “Sarjana Muda” sebagai pilihan kedua, setelah “Diploma”, dan sebelum “Sarjana” dan “Profesi”. Pertanyaan Rismon muncul: bagaimana Jokowi memperoleh gelar Ir. (Insinyur) jika ia memilih program Sarjana Muda?
Kejanggalan dalam Data Akademik Jokowi
Rismon mempertanyakan apakah program Sarjana Muda di UGM memberikan gelar Ir. Kehutanan. Ia juga mengunggah tangkapan layar formulir registrasi tersebut dan transkrip nilai Jokowi di akun X (sebelumnya Twitter) miliknya.
Transkrip nilai tersebut menunjukkan total SKS Jokowi sebesar 122 SKS, terdiri dari 34 SKS mata kuliah pilihan dan 88 SKS mata kuliah wajib. Rismon membandingkannya dengan jumlah SKS yang dibutuhkan untuk gelar sarjana di UGM, yaitu 144 SKS.
Dengan selisih 22 SKS, Rismon mempertanyakan apakah Jokowi hanya menyelesaikan program Sarjana Muda, sesuai dengan pilihannya pada formulir registrasi. Ini menjadi poin penting yang dipertanyakan oleh Rismon Sianipar.
Analisis Lebih Dalam Mengenai SKS
Selisih 22 SKS ini signifikan dan menimbulkan pertanyaan serius mengenai kelulusan Jokowi sebagai sarjana. Jumlah SKS yang kurang ini menimbulkan keraguan apakah Jokowi memenuhi persyaratan akademik untuk gelar sarjana.
Perlu diteliti lebih lanjut mengenai sistem SKS di UGM pada masa tersebut dan apakah terdapat kemungkinan adanya pengecualian atau peraturan khusus yang dapat menjelaskan selisih SKS tersebut. Transparansi data akademik sangat diperlukan untuk menjawab keraguan publik.
Informasi tambahan mengenai kurikulum dan persyaratan kelulusan pada masa Jokowi kuliah di UGM akan membantu memperjelas situasi ini. Data yang akurat dan lengkap sangat diperlukan untuk melakukan analisis yang komprehensif.
Tanggapan Pihak Kepolisian dan Presiden Jokowi
Brigjen Pol Djuhandani Raharjo menegaskan bahwa ijazah Jokowi identik dengan ijazah lulusan Fakultas Kehutanan UGM, berdasarkan perbandingan dengan ijazah tiga lulusan angkatan 1983-1988. Jokowi sendiri diwisuda tahun 1985.
Namun, Rismon mempertanyakan minimnya bukti fisik yang ditunjukkan dalam jumpa pers Bareskrim Polri. Bukti hanya ditampilkan di layar monitor belakang ruang jumpa pers, bukan bukti otentik yang dapat diverifikasi.
Presiden Jokowi sendiri menantang pihak yang meragukan ijazahnya untuk membuktikan tuduhan tersebut. Ia menegaskan kembali bahwa dirinya adalah lulusan UGM, sesuai pernyataan Rektor, Dekan, dan pihak kepolisian.
Kesimpulan dan Pertimbangan Lebih Lanjut
Perdebatan mengenai ijazah Jokowi ini menyorot pentingnya transparansi dan akuntabilitas publik, khususnya dari pejabat negara. Perlu adanya penyelidikan yang lebih transparan dan komprehensif untuk menjawab pertanyaan yang diajukan Rismon Sianipar.
Publik berhak mendapatkan penjelasan yang jelas dan rinci mengenai selisih SKS tersebut dan bagaimana hal itu tidak mempengaruhi gelar sarjana yang diperoleh Jokowi. Bukti fisik yang kuat dan terpercaya sangat diperlukan untuk menjernihkan situasi ini.
Selain itu, perlu juga dipertimbangkan etika dan profesionalisme dalam penyampaian informasi publik. Penyampaian informasi yang transparan dan akuntable akan membangun kepercayaan publik dan menghindari persepsi negatif yang dapat merugikan semua pihak.