Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (ARAKSI) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Charly Bakker, mendesak Polres TTU segera menetapkan Kepala Desa (Kades) Letmafo, Donatus Nesi, sebagai tersangka kasus pengeroyokan jurnalis ViralNTT.com, Felix Nopala. Desakan ini dilandasi bukti visum et repertum dan keterangan saksi yang telah dikumpulkan pihak kepolisian.
Charly menegaskan, kedua alat bukti tersebut sudah cukup kuat untuk menetapkan tersangka. Proses hukum tak boleh berlarut, dan Polres TTU harus bertindak tegas terhadap Kades Letmafo. “Dengan dua alat bukti tersebut, sebenarnya tidak ada alasan lagi bagi pihak penyidik untuk menunda penetapan tersangka. Kami minta Polres TTU segera ambil langkah tegas terhadap Kades Letmafo,” tegas Charly pada Rabu (10/9/2025).
ARAKSI dan sejumlah organisasi media, termasuk Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka memastikan pelaku tak kebal hukum hanya karena jabatannya sebagai kepala desa. Ketegasan hukum menjadi kunci kepercayaan publik terhadap penegak hukum.
Insiden penganiayaan terhadap Felix Nopala terjadi Selasa, 2 September 2025, di Desa Letmafo, Kecamatan Insana Tengah. Korban dianiaya secara brutal oleh sekelompok orang yang diduga suruhan Kades Donatus Nesi. Penganiayaan ini diduga dipicu peliputan investigatif rekan Felix, Hendrik, terkait dugaan penyimpangan dana desa.
Felix yang tak ikut peliputan pagi itu justru menjadi sasaran amuk massa saat pulang. Ia mengalami luka memar di pelipis kanan, leher, dan punggung, dan telah menjalani visum. Kades Donatus Nesi terancam Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. Laporan polisi telah teregister dengan nomor: LP/288/IX/SPKT/2025/POLRES TTU/POLDA NTT. Namun, hingga kini, status hukum Kades Letmafo masih dalam tahap penyelidikan.
Charly menekankan pentingnya transparansi dan keadilan dalam kasus ini. Keterlambatan proses hukum bisa menurunkan kepercayaan publik dan menimbulkan anggapan tebang pilih dalam penegakan hukum. “Jangan sampai masyarakat menilai ada tebang pilih dalam penegakan hukum. Ini menyangkut marwah demokrasi dan perlindungan terhadap jurnalis yang bekerja untuk kepentingan publik,” ujarnya.
ARAKSI dan SMSI siap membawa kasus ini ke tingkat provinsi atau nasional jika tak ada progres signifikan. Solidaritas dari organisasi pers di NTT dan nasional juga mengalir deras, mengecam kekerasan terhadap jurnalis dan meminta aparat bersikap netral dan profesional. Mereka berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran agar kekerasan terhadap jurnalis tak terulang kembali.