Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan proposal kenaikan anggaran sebesar Rp 18,5 triliun untuk tahun anggaran 2026. Permintaan ini menyusul penurunan drastis pagu indikatif anggaran mereka hingga 63,2 persen dari tahun sebelumnya. Anggaran yang diajukan hanya Rp 8,9 triliun, jauh lebih rendah dari anggaran tahun 2025 yang mencapai Rp 24,2 triliun.
Penurunan anggaran yang signifikan ini menimbulkan kekhawatiran akan kemampuan Kejagung dalam menjalankan tugas penegakan hukum secara optimal. Kejagung berpendapat bahwa anggaran yang memadai sangat krusial untuk mendukung berbagai operasi dan penyelidikan, khususnya dalam menangani kasus-kasus korupsi yang kompleks dan melibatkan jaringan luas.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyatakan bahwa permintaan kenaikan anggaran tersebut akan dipertimbangkan dengan seksama. Komisi III akan melakukan evaluasi objektif berdasarkan kinerja Kejagung di lapangan. Rekam jejak positif Kejagung dalam penegakan hukum dan pengembalian kerugian negara akan menjadi pertimbangan utama.
Kinerja Kejagung dan Pemulihan Kerugian Negara
Sahroni memuji kinerja Kejagung yang dinilai positif. Prestasi Kejagung dalam mengembalikan kerugian negara pada tahun lalu yang mencapai lebih dari Rp 26 triliun menjadi bukti nyata efektivitas kinerja mereka. Selain itu, keberhasilan dalam membongkar kasus-kasus besar korupsi, termasuk penyitaan aset senilai Rp 11,8 triliun dalam kasus korupsi minyak goreng, semakin memperkuat argumen Kejagung.
Keberhasilan ini menunjukkan kapasitas Kejagung dalam menangani kasus-kasus korupsi skala besar. Namun, keberhasilan tersebut membutuhkan dukungan anggaran yang cukup untuk menunjang operasional, termasuk pengadaan teknologi, pelatihan sumber daya manusia, dan operasional di lapangan. Tanpa dukungan anggaran yang memadai, kinerja Kejagung berpotensi terhambat.
Pentingnya Pemerataan Anggaran ke Daerah
Sahroni juga menekankan pentingnya pemerataan anggaran hingga ke tingkat daerah. Praktik korupsi di daerah masih sangat marak dan berdampak langsung pada masyarakat. Proyek-proyek pembangunan yang mangkrak akibat korupsi merupakan contoh nyata kerugian yang dialami masyarakat.
Oleh karena itu, aparat penegak hukum di daerah, mulai dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) hingga Kejaksaan Negeri (Kejari), harus dibekali dengan anggaran dan fasilitas yang memadai. Hal ini akan meningkatkan efektivitas pencegahan dan penindakan korupsi di daerah, serta memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Analisis Lebih Dalam Terhadap Usulan Anggaran
Komisi III DPR RI perlu melakukan analisis yang lebih komprehensif terhadap usulan anggaran Kejagung. Analisis ini tidak hanya berfokus pada jumlah anggaran yang diajukan, tetapi juga pada alokasi anggaran untuk program-program prioritas. Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran juga harus menjadi perhatian utama.
Komisi III perlu memastikan bahwa anggaran yang disetujui benar-benar digunakan secara efektif dan efisien untuk mendukung penegakan hukum dan pemulihan kerugian negara. Mekanisme pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan anggaran dan memastikan akuntabilitas Kejagung.
Selain itu, perlu dikaji lebih lanjut bagaimana anggaran tersebut dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas Kejagung dalam menghadapi tantangan baru dalam penegakan hukum, seperti kejahatan siber dan kejahatan transnasional.
Kesimpulannya, permintaan kenaikan anggaran Kejagung perlu dikaji secara mendalam oleh Komisi III DPR RI. Keputusan final harus didasarkan pada analisis yang komprehensif dan pertimbangan yang matang, dengan selalu memprioritaskan kepentingan masyarakat dan efektivitas penegakan hukum.