Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Kasus ini berfokus pada dugaan penyelewengan kuota haji tambahan sebanyak 20 ribu jamaah, yang berpotensi merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun. Penyidik KPK tengah menelusuri berbagai kemungkinan, termasuk kemungkinan memeriksa Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
KPK menegaskan komitmennya untuk tidak tebang pilih dalam memanggil saksi. Pemanggilan Jokowi, jika diperlukan, akan sepenuhnya bergantung pada kebutuhan penyidik dalam mengungkap kasus ini. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan, “KPK terbuka untuk memanggil siapa saja yang diduga mengetahui konstruksi perkara ini dan dapat membantu membuka serta membuat terang penanganan perkara ini.”
Dugaan korupsi ini terkait dengan penambahan kuota haji 20 ribu jamaah yang merupakan hasil lobi Jokowi kepada pemerintah Arab Saudi. Tujuannya adalah untuk mengurangi waktu tunggu jamaah haji yang mencapai 15 tahun. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan, “Tambahan 20 ribu kuota ini hasil pertemuan Presiden RI (saat itu Jokowi) dengan pemerintah Arab Saudi. Alasannya karena antrean haji reguler sampai 15 tahun lebih.”
Namun, proses pembagian kuota tambahan tersebut diduga menyimpang dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Aturan tersebut menetapkan bahwa 92 persen kuota haji harus dialokasikan untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Faktanya, pembagian kuota tambahan dilakukan 50:50, 10 ribu untuk reguler dan 10 ribu untuk khusus.
Menurut Asep Guntur Rahayu, “Itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, karena dibagi dua tidak sesuai aturan.” Penyimpangan ini diduga menyebabkan kerugian negara yang diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun. KPK saat ini tengah fokus pada pencarian pihak yang memerintahkan pembagian kuota yang tidak sesuai aturan dan pihak-pihak yang menerima aliran dana.
Investigasi KPK masih berlanjut. Mereka sedang menelusuri alur perintah dan aliran dana terkait dengan kasus ini. “Potensial tersangkanya tentu terkait alur perintah dan aliran dana. Siapa yang memerintahkan pembagian kuota tidak sesuai aturan ini,” ungkap sumber di KPK. Proses hukum akan terus berjalan hingga semua pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban. KPK berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini sampai ke akarnya.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang tata kelola kuota haji dan pengawasan terhadap penggunaan wewenang. Kejelasan mekanisme pengawasan dan akuntabilitas dalam proses pengurusan kuota haji perlu diperkuat agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang. Transparansi dalam proses pengambilan keputusan dan alokasi sumber daya menjadi krusial untuk mencegah praktik korupsi.
Selain itu, penting untuk diteliti lebih lanjut apakah ada pihak lain yang terlibat di luar pemerintah Indonesia dalam skema dugaan korupsi ini. Kerjasama internasional mungkin diperlukan untuk mengungkap seluruh jaringan dan aliran dana yang terkait dengan kasus ini. Penting juga untuk memastikan agar proses hukum berjalan adil dan transparan, serta memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.