News  

Mahkamah Konstitusi Akhirnya Batalkan Tapera Usai Gelombang Protes Buruh Hebat

Avatar of Detikcoy
Mahkamah Konstitusi Akhirnya Batalkan Tapera Usai Gelombang Protes Buruh Hebat

Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) kembali menjadi sorotan publik setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Putusan ini menandai perubahan besar pada skema kepesertaan Tapera, yang kini bersifat sukarela, bukan lagi wajib.

Keputusan MK ini disambut baik oleh banyak pihak, terutama pekerja dan pelaku usaha yang sebelumnya menentang kewajiban iuran Tapera. Pembatalan ini dianggap sebagai kemenangan bagi masyarakat dalam mempertahankan hak konstitusionalnya.

Suhartoyo, Ketua MK, membacakan putusan tersebut dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, pada Senin, 29 September 2025. Putusan ini mengabulkan permohonan pemohon secara penuh.

**Pertimbangan Hukum MK**

Hakim konstitusi Saldi Isra menekankan bahwa istilah “tabungan” tidak bisa disamakan dengan pungutan wajib seperti pajak. Kewajiban bagi pekerja untuk menjadi peserta Tapera dinilai telah menggeser esensi tabungan yang seharusnya bersifat sukarela.

Saldi Isra mengatakan, “Penyematan istilah ‘tabungan’ dalam program Tapera menimbulkan persoalan bagi pekerja karena diikuti unsur pemaksaan dengan meletakkan kata wajib sebagai peserta.”

Majelis hakim memutuskan perkara ini secara bulat tanpa perbedaan pendapat (dissenting opinion). MK berkesimpulan bahwa kewajiban iuran dalam Tapera tidak lagi mencerminkan kebebasan kehendak warga negara, sehingga bertentangan dengan konstitusi.

Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih menambahkan bahwa Pasal 7 ayat (1) UU Tapera, yang mewajibkan pekerja dan pekerja mandiri untuk menjadi peserta, adalah inti dari undang-undang tersebut.

Enny Nurbaningsih menegaskan, “Karena pasal itu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, maka UU Tapera secara keseluruhan harus dinyatakan inkonstitusional.”

**Gugatan dari Pekerja dan Pelaku Usaha**

Uji materi UU Tapera diajukan oleh dua pihak, yaitu karyawan swasta Leonardo Olefins Hamonangan dan pelaku usaha Ricky Donny Lamhot Marpaung. Mereka menilai kewajiban menjadi peserta Tapera akan menambah beban bagi pekerja, termasuk sektor informal, serta menurunkan minat masyarakat untuk membuka usaha baru.

Dengan dikabulkannya gugatan ini, pemotongan gaji pekerja dan iuran dari pekerja mandiri untuk Tapera dinyatakan tidak berlaku. Putusan ini sekaligus menghapus skema pemotongan otomatis yang sebelumnya menjadi perdebatan.

**Latar Belakang Penolakan Publik**

Sejak awal diluncurkan, program Tapera mendapat banyak kritik. Penolakan terbuka mulai terlihat pada pertengahan 2024, saat aksi buruh digelar di berbagai daerah.

Di Jakarta, ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja berkumpul di kawasan Patung Kuda, menuntut pemerintah menghentikan penerapan Tapera. Mereka menilai manfaat program kepemilikan rumah melalui Tapera tidak jelas, sementara risiko penyalahgunaan dana masyarakat tetap besar.

Di Yogyakarta, ratusan buruh turun ke jalan menolak kebijakan pemotongan gaji untuk Tapera karena dianggap semakin memberatkan pekerja.

Suara serupa juga terdengar di Kabupaten Tangerang, Banten, di mana buruh meminta pemerintah meninjau ulang aturan Tapera yang dinilai menambah beban biaya hidup. Para buruh sepakat bahwa iuran wajib Tapera justru menambah tekanan di tengah meningkatnya harga kebutuhan pokok, biaya transportasi, hingga ongkos pendidikan anak.

**Implikasi Putusan MK**

Dengan dibatalkannya UU Tapera, seluruh regulasi turunan yang berkaitan dengan kewajiban kepesertaan Tapera secara otomatis tidak berlaku. Program tabungan perumahan rakyat kini kembali bersifat sukarela, sesuai dengan prinsip dasar tabungan yang bergantung pada kehendak individu.

Putusan ini menjadi kabar baik bagi pekerja dan buruh yang selama ini menentang pungutan wajib Tapera. Keputusan MK dianggap sebagai bentuk perlindungan konstitusional terhadap kebebasan masyarakat dalam menentukan pengelolaan penghasilannya sendiri.

Pemerintah perlu mencari alternatif yang tidak menambah beban pekerja, tetapi tetap dapat mendukung program perumahan nasional.

**Angin Segar bagi Pekerja**

Putusan MK ini dipandang sebagai kemenangan penting bagi kaum pekerja. Tapera dinilai sebagai kebijakan yang lebih menguntungkan pemerintah daripada peserta.

Dengan diubahnya skema menjadi sukarela, pekerja kini memiliki keleluasaan penuh untuk menentukan apakah akan berpartisipasi dalam program tabungan perumahan atau tidak.

Bagi serikat buruh, pembatalan UU Tapera adalah hasil dari konsistensi aksi kolektif yang dilakukan sejak lama. Penolakan masif yang dilakukan di berbagai daerah telah menunjukkan bahwa suara pekerja mampu memberi pengaruh nyata terhadap kebijakan pemerintah.

Ke depan, keberhasilan buruh dalam memperjuangkan haknya melalui jalur hukum maupun aksi lapangan dapat menjadi contoh dalam menghadapi kebijakan serupa.

Putusan MK ini menegaskan bahwa perlindungan terhadap hak-hak pekerja tetap menjadi prioritas dalam sistem hukum Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *