MUI Desak Usut Tuntas Dugaan Korupsi Kuota Haji dan Keamanan Mina

oleh

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menyoroti pentingnya analisis matematis dalam evaluasi penyelenggaraan haji, khususnya terkait kepadatan di Mina. Beliau menekankan perlunya perhitungan cermat untuk memastikan kenyamanan jemaah.

Analisis matematis ini krusial karena keterbatasan luas area Mina (hanya 172.000 meter persegi) berbanding terbalik dengan peningkatan kuota haji Indonesia tahun 2024 yang mencapai 241.000 jemaah (221.000 kuota dasar + 20.000 kuota tambahan). Kondisi ini berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan dan kepadatan yang signifikan bagi para jemaah.

“Yang paling menyedihkan persoalan toilet atau kamar mandi, sangat mengular sekali panjangnya. Saya tidak bisa membayangkan jika pada 2024 kuota haji tambahan dengan skema sebesar 92/8 persen diterapkan. Maka keadaan di Mina akan makin amburadul,” ungkap Anwar Abbas kepada wartawan, Jumat (15/8).

Buya Anwar juga mengkritik kurangnya pemahaman kondisi lapangan dalam beberapa kritik terkait penambahan kuota haji. Beliau menegaskan bahwa perbandingan antara luas area Mina dan jumlah jemaah harus menjadi dasar evaluasi utama. Ketidakseimbangan ini merupakan akar permasalahan kepadatan.

“Sebab penyebab kepadatan adalah ruang terbatas, sementara kuota terus bertambah. Makanya solusinya sudah saya usulkan pembangunan ruang vertikal di Mina, karena perluasan horizontal sulit dilakukan,” tambahnya.

Menurutnya, meskipun bukan ahli hukum, logika dan fakta di lapangan menunjukkan ketidakseimbangan antara kuota jemaah dan luas area Mina sebagai faktor utama kepadatan. Kondisi ini akan semakin parah jika kuota tambahan diterapkan tanpa mempertimbangkan kapasitas yang ada.

“Tanpa tambahan kuota reguler saja, jamaah sudah berdesakan di Mina, apalagi jika penambahan dilakukan tanpa mempertimbangkan kapasitas,” tegasnya.

Jika skema 92/8 persen (92% untuk jemaah reguler dan 8% untuk jemaah khusus) diterapkan, situasi di Mina akan semakin kritis. Ini akan menyebabkan banyak jemaah kesulitan mendapatkan tempat yang layak.

“Tanpa tambahan haji reguler saja sudah terjadi desak-desakan di Mina, apalagi sampai ada tambahan 42 persen dari jumlah 10.000. Pasti akan semakin banyak jamaah yang tidak mendapatkan tempat, semakin amburadul dan sulit dibayangkan,” tegas Buya Anwar kembali.

Perlu diingat bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait pembagian kuota haji tambahan. KPK menilai skema 92/8 persen sesuai Pasal 64 UU No. 8/2019, sementara Yaqut Cholil Qoumas berargumen berdasarkan Pasal 9 UU yang memberikan diskresi kepada Menteri, sehingga menerapkan pembagian 50:50.

Perdebatan ini menyoroti perlunya transparansi dan perencanaan matang dalam pengelolaan kuota haji. Ke depannya, analisis yang komprehensif dan berbasis data, bukan hanya pertimbangan politik, mutlak diperlukan untuk memastikan penyelenggaraan ibadah haji yang aman dan nyaman bagi seluruh jemaah. Penting juga untuk mempertimbangkan solusi jangka panjang seperti pembangunan infrastruktur vertikal di Mina untuk mengatasi masalah kepadatan. Selain itu, mekanisme pengawasan yang ketat juga diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan kuota haji.