NasDem: KPK Diingatkan Jangan Gunakan OTT untuk Politik Praktis

oleh

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo, menyoroti operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis. Kejanggalan yang disorotinya adalah waktu pelaksanaan OTT yang bertepatan dengan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem di Makassar, di mana Abdul Azis turut hadir sebagai peserta.

Rudianto, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Partai NasDem, khawatir OTT tersebut disalahgunakan untuk kepentingan politik. Ia mengingatkan agar KPK tetap berpegang teguh pada prinsip hukum dan menghindari persepsi negatif yang dapat merusak kepercayaan publik. Tindakan yang berbau politis akan sangat merugikan kredibilitas lembaga antirasuah.

“Bung Hatta mengatakan, ini bukan kata Rudi Lallo, kalau penegak hukum jadikan alat politik, maka rusaklah negeri ini,” tegas Rudianto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pimpinan KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8). Pernyataan ini menekankan pentingnya penegakan hukum yang bersih dari kepentingan politik.

Rudianto menekankan perlunya penegakan hukum yang murni berdasarkan motif hukum, bukan kepentingan lain. Ia berharap KPK fokus pada proses hukum dan menghindari tindakan yang dapat menimbulkan kecurigaan. Sebagai mitra kerja KPK, ia hanya bisa mengingatkan agar lembaga tersebut tetap menjalankan tugasnya secara profesional.

“Sebagai anak bangsa, saya sebagai mitra KPK, tentu kami hanya bisa mengingatkan untuk tidak ada betul-betul kasus yang diselidiki atas nama pendidikan masyarakat, murni motifnya hukum,” ujar Rudianto. Pernyataan ini menegaskan harapannya agar KPK tetap berpegang pada prinsip hukum dan keadilan.

Selain soal potensi penyalahgunaan wewenang, Rudianto juga mengkritik strategi KPK yang dianggap terlalu bergantung pada OTT. Ia berpendapat bahwa langkah pencegahan seharusnya lebih diutamakan. Deteksi dini dan peringatan dini kepada pejabat yang berpotensi melakukan korupsi dinilai lebih efektif daripada menunggu sampai terjadi tindak pidana.

“Bukankah berarti KPK melakukan pembiaran Pak? Mengapa kemudian KPK tidak, ‘hei hati-hati Bupati, kamu ada proyek sekian, kamu sudah ada bukti permulaan ini, ini sebelum ketangkap tangan ini,” tegas Rudianto. Kritik ini menyoroti perlunya langkah proaktif KPK dalam mencegah korupsi sebelum terjadi.

Ia juga menyoroti pernyataan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, yang menolak penggunaan istilah “operasi” dalam konteks OTT. Hal ini menurutnya menimbulkan kebingungan publik terhadap praktik pemberantasan korupsi di Indonesia. Konsistensi terminologi dan penjelasan yang transparan sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.

Meskipun menyampaikan kritik, Rudianto tetap memberikan masukan konstruktif untuk perbaikan kelembagaan KPK. Ia menekankan pentingnya penguatan institusi KPK agar pemberantasan korupsi tetap berjalan sesuai jalur hukum dan tetap efektif. Dukungan terhadap KPK tetap diberikan, asalkan lembaga tersebut mampu menjaga integritas dan indepensinya.

“Pada prinsipnya kami setuju masukan-masukan dari KPK untuk kemudian penguatan kelembagaan KPK, dan harapan kami kiranya KPK on the track dan tidak terkontaminasi dengan kepentingan motif-motif lain selain motif hukum,” pungkas Rudianto. Pernyataan ini menutup kritikannya dengan harapan KPK tetap fokus pada tugas utamanya.

Kasus OTT Bupati Kolaka Timur ini menjadi sorotan karena bertepatan dengan agenda politik. Penggunaan OTT sebagai alat politik bukan hanya merugikan individu yang terkena OTT, tetapi juga dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi. KPK perlu memperhatikan kritik dan masukan agar kinerja mereka terus meningkat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.