Pengawasan Zakat-Wakaf Diperketat, Risiko Penyalahgunaan Dana Tinggi

oleh

Lembaga pengelola zakat dan wakaf di Indonesia tengah menjadi sorotan setelah Financial Action Task Force (FATF) menyatakan sektor ini rentan terhadap pencucian uang dan pendanaan terorisme. Menanggapi temuan tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) berkomitmen memperkuat pengawasan untuk mencegah penyalahgunaan dana umat. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan publik dan mencegah dampak negatif yang lebih luas.

Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag, Prof. Waryono Abdul Ghafur, menekankan bahwa sektor zakat dan wakaf termasuk organisasi non-profit (NPO) berisiko tinggi. Menurutnya, transparansi dan tata kelola yang baik sangat krusial untuk membangun kepercayaan publik. “Kepercayaan publik hanya akan tumbuh jika tata kelola lembaga zakat dan wakaf bersih, transparan, dan terhindar dari penyalahgunaan,” ujarnya dalam diskusi Outlook Discussion di Jakarta.

FATF juga menyoroti perlunya *sectoral risk assessment* (SRA) untuk skema wakaf, mengingat banyak kasus penyalahgunaan dana zakat dan wakaf dalam lima tahun terakhir. Modus penyalahgunaan beragam, mulai dari penggelapan dana untuk kepentingan pribadi hingga pendanaan kelompok radikal. Kemenag mengakui kendala utama terletak pada pengawasan lembaga di daerah dan keterbatasan sumber daya manusia.

Waryono menambahkan bahwa masalah ini bukan hanya soal administrasi semata, melainkan juga menyangkut keamanan negara dan citra Indonesia di mata internasional. “Ini bukan sekadar urusan administrasi, tapi menyangkut keamanan negara dan citra Indonesia di mata internasional,” tegasnya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Kemenag berkolaborasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Lembaga Amil Zakat (LAZ), Badan Wakaf Indonesia (BWI), dan otoritas keuangan lainnya. Kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pengawasan dan pencegahan penyalahgunaan dana.

Selain kerjasama antar lembaga, Kemenag juga berupaya memperkuat regulasi, melakukan sertifikasi nazhir (pengelola wakaf), melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memastikan kepatuhan syariah, dan memanfaatkan teknologi seperti Sistem Informasi Wakaf (SIWAK) dan E-Service Nazhir. Langkah-langkah ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan zakat dan wakaf.

Target Kemenag adalah meningkatkan Indeks Efektivitas Rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) dari 5,52 pada 2025 menjadi 5,83 pada 2029. Peningkatan indeks ini penting untuk menunjukkan komitmen Indonesia dalam memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Waryono kembali menegaskan pentingnya menjaga integritas pengelolaan zakat dan wakaf. “Zakat dan wakaf adalah instrumen ibadah sekaligus sumber kesejahteraan. Jika disalahgunakan, dampaknya bukan hanya kerugian finansial, tetapi juga rusaknya kepercayaan publik,” tandasnya.

Lebih lanjut, perlunya edukasi publik juga menjadi hal penting. Masyarakat perlu diedukasi mengenai pentingnya memilih lembaga zakat dan wakaf yang terpercaya dan transparan. Hal ini dapat mencegah masyarakat terjebak dalam skema penipuan atau penyalahgunaan dana. Penguatan literasi keuangan syariah juga krusial dalam konteks ini.

Selain itu, perlu dikaji lebih lanjut mengenai peran teknologi dalam memperkuat pengawasan. Penerapan teknologi yang lebih canggih dan terintegrasi dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan. Pengembangan sistem pelaporan yang lebih baik juga dibutuhkan untuk mempermudah proses deteksi dini potensi penyalahgunaan dana.

Ke depannya, peningkatan kualitas sumber daya manusia di lembaga pengelola zakat dan wakaf juga menjadi prioritas. Pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi para pengelola sangat penting untuk meningkatkan kompetensi dan integritas mereka. Dengan demikian, pengawasan yang efektif dan efisien dapat terlaksana dengan baik.