Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan sejarah baru bagi dunia pendidikan Indonesia. Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 mengabulkan sebagian permohonan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dan tiga pemohon lainnya, mewajibkan negara membiayai pendidikan dasar di sekolah atau madrasah negeri maupun swasta. Keputusan ini memberikan harapan baru bagi akses pendidikan yang lebih adil dan merata.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyatakan, “Keputusan MK ini bikin sejarah baru bahwa sejak diputuskan tadi itu berarti kita mestinya sudah tidak punya masalah lagi dengan pendidikan dasar.” Putusan ini mewajibkan pemerintah pusat dan daerah untuk menata ulang skema pembiayaan pendidikan dasar di SD, SMP, dan madrasah sederajat, baik negeri maupun swasta. Implikasi dari putusan ini sangat luas dan membutuhkan langkah-langkah konkrit dari pemerintah.
Langkah-Langkah Konkret Pemerintah Pasca Putusan MK
JPPI telah menyarankan beberapa langkah penting bagi pemerintah untuk menindaklanjuti putusan MK ini. Pertama, integrasi sekolah swasta dalam sistem penerimaan murid baru (SPMB) berbasis online yang dikelola pemerintah. Hal ini bertujuan untuk memastikan transparansi, kesetaraan akses, dan implementasi nyata pendidikan dasar yang bebas biaya, termasuk di sekolah swasta.
Kedua, realokasi dan optimalisasi anggaran pendidikan. Anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD perlu diaudit, direalokasi, dan dioptimalkan secara transparan. Prioritas utama adalah pembiayaan operasional sekolah, tunjangan guru, dan fasilitas penunjang pendidikan dasar gratis, di sekolah negeri maupun swasta. Praktik anggaran yang tidak relevan dengan pendidikan harus dihentikan.
Ketiga, pengawasan ketat terhadap pungutan di sekolah dasar, baik negeri maupun swasta, sangat penting. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dan menerapkan sanksi tegas terhadap pungutan liar. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana pendidikan harus diutamakan.
Keempat, sosialisasi menyeluruh kepada publik dan sekolah mengenai implikasi putusan MK sangat krusial. Pemahaman yang baik dari sekolah dan orang tua mengenai hak dan kewajiban baru terkait pembiayaan pendidikan akan memastikan keberhasilan implementasi putusan ini.
Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi
Putusan MK ini fokus pada Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas. MK menilai frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif, sehingga bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, MK mengubah norma tersebut menjadi, “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.”
Perubahan frasa ini menunjukkan komitmen MK untuk memastikan akses pendidikan dasar yang merata dan berkeadilan bagi seluruh warga negara, tanpa memandang status sekolah (negeri atau swasta). Putusan ini juga memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi upaya pemerintah dalam mewujudkan pendidikan dasar yang berkualitas dan gratis.
Pemohon uji materiel, selain JPPI, juga terdiri dari tiga orang ibu rumah tangga: Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Partisipasi masyarakat sipil dalam memperjuangkan akses pendidikan yang lebih baik sangat penting dan patut diapresiasi.
Implementasi putusan MK ini membutuhkan komitmen dan kerja sama yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua, dan masyarakat sipil harus bahu-membahu untuk memastikan bahwa putusan ini benar-benar diwujudkan dalam praktik. Suksesnya implementasi ini akan berdampak signifikan terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.