Ratusan siswa di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB), mendadak jatuh sakit setelah menyantap makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Gejala yang muncul beragam, mulai dari mual dan pusing hingga muntah-muntah. Kejadian ini menimbulkan kepanikan di sekolah dan memicu penanganan darurat.
Awalnya hanya belasan siswa yang sakit, namun dalam hitungan jam, jumlah korban melonjak drastis hingga ratusan. Tenaga medis kewalahan menangani pasien yang terus berdatangan, sementara orang tua siswa cemas melihat kondisi anak-anak mereka. Program MBG yang bertujuan baik, justru berujung pada peristiwa yang menyedihkan ini.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, merespons cepat kasus ini. Ia berencana melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG di KBB dan seluruh Jawa Barat.
“Ya kita gini deh, saya minggu depan mengundang kepala MBG yang membidangi di wilayah Jawa Barat untuk melakukan evaluasi secara paripurna,” ujar Dedi kepada wartawan di Bandung, Selasa, 23 September 2025. Evaluasi ini bertujuan agar kejadian serupa tidak terulang.
“(Hal ini) secara terbuka agar berbagai problem yang terjadi, keracunan siswa tidak terulang lagi,” tambahnya.
Kronologi kejadian bermula Senin, 22 September 2025, ketika 15 siswa dilaporkan sakit setelah makan siang dari program MBG. Dalam beberapa jam, jumlah korban meningkat tajam hingga mencapai 352 orang dari berbagai jenjang pendidikan, dari SD hingga SMK.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menjelaskan bahwa korban terus berdatangan hingga Selasa dini hari. “Kami imbau masyarakat tetap tenang. Saat ini tim kesehatan fokus pada penanganan korban, sementara aparat kepolisian akan membantu memastikan penyelidikan terkait penyebab dugaan keracunan ini,” kata Hendra di Bandung, Selasa, 23 September 2025.
Bupati KBB, Jeje Ritchie Ismail, langsung menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) untuk mempercepat penanganan. Posko darurat didirikan di GOR Cipongkor, sementara banyak siswa dirawat di berbagai fasilitas kesehatan.
“Jadi sekarang juga kita sudah menetapkannya sebagai statusnya KLB, kejadian luar biasa, supaya penangannya lebih cepat dan juga lebih menyeluruh,” jelas Jeje kepada wartawan di Cipongkor, Senin, 22 September 2025. Ia menambahkan bahwa gejala yang dialami siswa seragam: mual, muntah, dan pusing.
Hingga Selasa pagi, jumlah korban mencapai 364 siswa, namun sebagian besar telah pulih dan diperbolehkan pulang. “Tadi ada sekitar 225 yang sudah dipulangkan. Jadi semoga semuanya bisa cepat pulih,” ujarnya.
Gubernur Dedi Mulyadi menekankan pentingnya evaluasi program MBG. Ia menduga makanan basi menjadi penyebab keracunan massal ini.
“Waktunya sudah terlalu lama, antara dimasak dan dimakan, dan itu harus menjadi bahan evaluasi,” jelas Dedi. Ia menyarankan agar waktu memasak disesuaikan dengan waktu distribusi agar makanan tetap segar.
“Jadi jangan masaknya terlalu sore atau malam, kalau bisa agak mepet ke pagi agar nasi dan makanannya disajikan masih dalam keadaan fresh,” saran Dedi. Meskipun belum memutuskan penghentian sementara dapur MBG, evaluasi menyeluruh akan dilakukan bersama penyelenggara. Publik berharap evaluasi ini bukan sekadar janji, melainkan jaminan pencegahan kejadian serupa di masa depan.