Isu mengenai salju abadi di Indonesia kembali viral di media sosial. Klaim tentang turunnya salju di Indonesia pada tahun 2026 telah beredar luas, memicu pertanyaan dan kekhawatiran di kalangan warganet.
Banyak yang mempertanyakan kemungkinan turunnya salju di negara tropis yang hanya memiliki dua musim, yakni kemarau dan hujan. Indonesia, dengan letak geografisnya di garis khatulistiwa, memang memiliki iklim yang panas dengan suhu rata-rata tinggi. Kemungkinan turunnya salju di dataran rendah nyaris mustahil secara alami.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah membantah klaim tersebut. BMKG menjelaskan bahwa yang akan terjadi bukanlah turunnya salju di berbagai kota di Indonesia, melainkan mencairnya salju abadi yang ada di Puncak Jayawijaya, Papua.
Mencairnya Salju Abadi di Puncak Jayawijaya: Sebuah Alarm Bahaya
Prediksi mencairnya salju abadi di Puncak Jayawijaya pada tahun 2026 bukanlah sekadar prediksi biasa, melainkan sebuah peringatan serius tentang krisis iklim yang semakin parah. Puncak Jayawijaya, sebagai satu-satunya tempat dengan salju abadi di Indonesia, merupakan simbol kekayaan alam dan daya tarik wisata pendakian.
Hilangnya salju abadi ini akan berdampak signifikan terhadap ekosistem pegunungan, ketersediaan air bersih, dan keanekaragaman hayati di sekitarnya. Hal ini juga akan berdampak pada kehidupan masyarakat lokal yang bergantung pada sumber daya alam di wilayah tersebut.
Data BMKG pada tahun 2022 menunjukkan luas salju di Puncak Jayawijaya hanya tersisa 0,23 kilometer persegi dengan ketebalan 4 meter. Meningkatnya suhu global dan curah hujan ekstrem dipercaya sebagai penyebab utama percepatan pencairan es di wilayah tersebut.
Faktor-faktor yang Mempercepat Pencairan Salju Abadi:
Fenomena Embun Es dan Suhu Ekstrem di Indonesia
Meskipun salju tidak akan turun di dataran rendah Indonesia, beberapa wilayah pegunungan tinggi pernah mencatat suhu ekstrem dan fenomena embun es (bun upas). Contohnya adalah di Dataran Tinggi Dieng, Ranu Kumbolo, dan Pegunungan Bintang di Papua. Namun, fenomena ini terjadi secara alami di ketinggian ekstrem dan bukan indikasi turunnya salju secara umum.
Perlu dipahami bahwa fenomena embun upas berbeda dengan salju. Embun upas adalah fenomena alam berupa embun beku yang terbentuk karena suhu udara yang sangat rendah di permukaan tanah, sementara salju adalah presipitasi berupa kristal es yang jatuh dari atmosfer.
Langkah-langkah Mengurangi Dampak Perubahan Iklim
Mencairnya salju abadi di Puncak Jayawijaya merupakan bukti nyata dampak perubahan iklim dan pemanasan global di Indonesia. Negara kita tidak kebal terhadap krisis iklim global.
Kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat sangat penting untuk mengurangi jejak karbon. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain: hemat energi, menanam pohon, menggunakan transportasi umum, mengurangi penggunaan plastik, dan menerapkan gaya hidup berkelanjutan.
Dengan komitmen bersama, kita dapat mengurangi dampak negatif perubahan iklim dan melindungi lingkungan untuk generasi mendatang. Perubahan kecil dari setiap individu akan berkontribusi besar dalam upaya penyelamatan bumi.