Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, Bebas Bersyarat
Setya Novanto, terpidana kasus korupsi proyek e-KTP, telah bebas bersyarat pada 16 Agustus 2025. Pembebasan ini terjadi sehari sebelum peringatan HUT ke-78 Kemerdekaan RI, menimbulkan beragam reaksi publik. Keputusan pembebasan ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Nomor PAS-1423 PK.05.03 Tahun 2025 yang diterbitkan sehari sebelumnya.
Menkumham Agus Andrianto menjelaskan bahwa pembebasan Setya Novanto telah sesuai prosedur. Beliau menyatakan bahwa Setya Novanto telah memenuhi syarat pembebasan bersyarat. “Yang bersangkutan (Setya Novanto) berdasarkan hasil pemeriksaan PK itu sudah melampaui waktunya. Harusnya (bebas) tanggal 25 yang lalu,” ujar Agus kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu 17 Agustus 2025.
Selama masa tahanan di Lapas Sukamiskin, Setya Novanto dinilai berkelakuan baik dan aktif mengikuti program pembinaan. Ia juga telah menjalani lebih dari dua pertiga masa hukumannya. Hal ini menjadi pertimbangan utama dalam keputusan pembebasan bersyaratnya.
Vonis awal Setya Novanto adalah 15 tahun penjara, denda Rp500 juta, uang pengganti US$7,3 juta, dan pencabutan hak politik selama lima tahun. Putusan ini dikeluarkan oleh PN Tipikor Jakarta Pusat pada 24 April 2018. Namun, Mahkamah Agung kemudian mengurangi hukumannya menjadi 12,5 tahun setelah peninjauan kembali (PK) yang diputus pada 4 Juni 2025 dengan perkara No. 32 PK/Pid.Sus/2020.
Setya Novanto terbukti menerima aliran dana sebesar Rp117 miliar dalam kasus korupsi proyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun. Kasus ini telah menjadi sorotan publik selama bertahun-tahun dan menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. Setelah menjalani hukuman dan mendapatkan remisi, ia kini berstatus sebagai klien pemasyarakatan di bawah pengawasan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung.
Total remisi yang diperoleh Setya Novanto selama menjalani hukuman mencapai 28 bulan 15 hari. Dengan pembebasan bersyarat ini, ia kembali ke masyarakat dan menjalani masa pengawasan Bapas. Proses hukum yang telah dijalani Setya Novanto menjadi pembelajaran penting bagi penegakan hukum di Indonesia. Peristiwa ini juga memicu diskusi publik tentang transparansi dan keadilan dalam sistem peradilan. Perdebatan tentang proporsionalitas hukuman dan efektivitas program pembinaan di lembaga pemasyarakatan juga kembali mencuat. Ke depan, perbaikan sistem peradilan dan lembaga pemasyarakatan menjadi krusial untuk mencegah terulangnya kasus serupa.