Skandal Korupsi EDC BRI: Verifone Terjerat Jaringan Dana Pensiun

oleh

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan kecurangan dalam pemilihan pemenang pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) Bank Rakyat Indonesia (BRI) tahun 2020-2024. Dugaan ini melibatkan dua perusahaan, PT Bringin Inti Teknologi (BRI IT) dan PT Pasific Cipta Solusi (PCS), yang diduga melakukan kecurangan untuk menjadi vendor mesin EDC BRI.

Kedua perusahaan tersebut menawarkan dua merek mesin EDC: Verifone dan Sunmi. PT Bringin Inti Teknologi, perusahaan yang memenangkan pengadaan EDC Android BRI (baik pembelian putus maupun skema sewa), merupakan anak perusahaan Dana Pensiun (Dapen) BRI dan menawarkan merek Verifone. Sementara PT Pasific Cipta Solusi memasok mesin EDC merek Sunmi.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa proses pengadaan diduga sarat kecurangan yang merugikan negara. Salah satu modus operandi yang diungkap adalah manipulasi dalam proses Proof of Concept (POC) atau uji kelayakan teknis.

Manipulasi Proses Proof of Concept (POC)

Proses POC, yang seharusnya dilakukan secara transparan dan terbuka untuk berbagai vendor, diduga dimanipulasi. Hanya dua merek EDC Android, yaitu Verifone dan Sunmi, yang diikutsertakan dalam POC tahun 2019, meskipun terdapat vendor lain dengan merek EDC Android yang berbeda, seperti Nira, Ingenico, dan Pax. Hal ini dilakukan berdasarkan arahan dari Indra Utoyo.

Asep Guntur Rahayu menyatakan, “Namun karena terlebih dahulu ada arahan dari IU (Indra Utoyo), maka didahulukan dua EDC Android (Sunmi dan Verifone) yang dilakukan POC.” Proses POC juga tidak diumumkan secara luas atau terbuka.

Selain itu, terdapat dugaan manipulasi dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Sumber data harga yang digunakan bukan dari principal, melainkan dari informasi harga vendor yang telah “dikondisikan” untuk memenangkan proyek, yakni PT BRI IT, PT PCS, dan PT Prima Vista Solusi (PVS).

Asep menjelaskan, “Dugaan perbuatan hukum lainnya, yakni penyusunan HPS menggunakan sumber data atau harga yang bukan berasal dari principal, namun dari informasi harga vendor yang sudah di-piloting memenangkan proyek pengadaan yakni PT BRI IT, PT PCS dan PT Prima Vista Solusi (PVS). Serta bersumber dari harga SPK piloting PT BRI IT dan PT PCS, yang telah dikondisikan sebelumnya oleh CBH (Catur Budi Harto) dan IU.”

Peran Kunci Para Tersangka

Rudy Suprayudi Kartadidjaja, Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi periode 2020-2024, yang sebelumnya menjabat sebagai Risk Manager Group Head PT BRI, diduga menerima sejumlah uang dari Irni Palar (Country Manager PT Verifone Indonesia) dan Teddy Riyanto (Account Manager PT Verifone Indonesia) sebesar Rp19,72 miliar. Uang tersebut diterima atas pekerjaan BRILink dan FMS.

Sementara itu, Elvizar (PT Pasific Cipta Solusi) diduga melakukan pertemuan dengan Indra Utoyo dan Catur Budi Harto sebelum proyek pengadaan EDC Android dimulai. Pertemuan tersebut menyepakati bahwa Elvizar akan menjadi vendor mesin EDC di BRI dengan menggandeng PT Bringin Inti Teknologi. Elvizar juga diduga memberikan sejumlah suap kepada pejabat BRI.

Catur Budi Harto (mantan Wakil Direktur Utama BRI) diduga menerima suap berupa sepeda dan dua ekor kuda dari Elvizar senilai Rp525 juta. Dedi Sunardi (SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI) diduga menerima sepeda Cannondale senilai Rp60 juta dari Elvizar.

Kerugian Negara dan Tersangka

KPK memperkirakan kerugian negara mencapai Rp744 miliar, yang dihitung berdasarkan selisih antara harga pembelian dari vendor dengan harga langsung dari prinsipal. Total anggaran pengadaan EDC BRI mencapai Rp2,1 triliun.

KPK telah menetapkan lima tersangka: Catur Budi Harto, Indra Utoyo, Dedi Sunardi, Elvizar, dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja. Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, kelima orang tersebut belum ditahan.

Informasi Tambahan

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa di sektor publik. Sistem lelang yang transparan dan pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencegah terjadinya korupsi dan memastikan penggunaan anggaran negara secara efektif dan efisien. Peran serta masyarakat dalam mengawasi proses pengadaan juga sangat penting untuk mencegah praktik-praktik koruptif.

Selain itu, diperlukan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) di instansi pemerintah terkait pengadaan barang dan jasa agar terhindar dari praktik-praktik koruptif. Pelatihan dan edukasi tentang aturan pengadaan yang baik dan benar sangat penting untuk mencegah terjadinya kasus-kasus serupa di masa mendatang.