Perampasan Aset: Fokus Utama Cegah Kerugian Negara, DPR Bahas RUU

oleh

RUU Perampasan Aset, yang saat ini tengah menjadi sorotan, bertujuan untuk memperkuat upaya penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam pemberantasan korupsi. Inisiatif ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan mendesak untuk melengkapi sanksi hukum yang ada dan memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana yang merugikan negara.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan, menekankan pentingnya fokus pada substansi RUU ini. Perampasan aset, menurutnya, harus dikaitkan secara langsung dengan kerugian negara atau kerugian umum yang diakibatkan oleh tindakan melawan hukum. Hal ini untuk memastikan bahwa RUU tersebut tidak disalahgunakan dan hanya diterapkan pada kasus-kasus yang tepat.

RUU Perampasan Aset telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Jangka Menengah. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mempercepat proses penyusunan dan pengesahan RUU tersebut. Proses penyusunan naskah akademik dan draf RUU sedang dilakukan, menandakan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini.

Bob Hasan juga menjelaskan bahwa tujuan utama RUU ini bukan hanya untuk memberikan kepastian hukum, tetapi juga untuk menciptakan efek jera. Keberadaan RUU yang kuat akan membantu dalam mencegah dan memberantas tindakan korupsi, serta memulihkan kerugian negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi.

Tantangan dan Pertimbangan dalam Penyusunan RUU Perampasan Aset

Meskipun tujuannya mulia, penyusunan RUU Perampasan Aset menghadapi beberapa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa proses perampasan aset dilakukan secara adil dan transparan, menghindari potensi penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hak asasi manusia. Prosedur yang jelas dan terukur sangat penting untuk mencegah kontroversi dan memastikan keadilan bagi semua pihak.

Selain itu, perlu diperhatikan definisi yang jelas dan komprehensif terkait “kerugian negara” dan “tindakan melanggar hukum”. Definisi yang kurang jelas dapat menyebabkan kesulitan dalam aplikasi RUU ini di lapangan. Rumusan yang tepat akan menghindari interpretasi yang berbeda-beda dan mencegah potensi perselisihan hukum.

Terakhir, mempertimbangkan aspek hak asasi manusia sangat krusial. Proses perampasan aset harus mematuhi prinsip-prinsip hak asasi manusia dan hukum internasional. Jaminan hak untuk membela diri, akses keadilan, dan tidak dihukum dua kali harus ditegakkan selama proses perampasan aset berlangsung.

Peran DPR dan Pemerintah dalam Pengesahan RUU

Wakil Ketua Baleg DPR RI, Sturman Panjaitan, menyatakan bahwa pihaknya menunggu penugasan resmi dari pimpinan DPR untuk mulai membahas RUU Perampasan Aset. Meskipun RUU ini sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas, proses penugasan resmi tetap diperlukan untuk memulai pembahasan secara formal.

Sturman Panjaitan optimis bahwa pembahasan RUU ini akan dilakukan pada tahun 2025, mengingat adanya arahan langsung dari Presiden. Hal ini menunjukkan komitmen kuat dari pemerintah dan DPR untuk menyelesaikan RUU ini dalam waktu yang relatif singkat. Arahan Presiden diharapkan dapat mempercepat proses legislasi dan memastikan RUU ini segera disahkan dan diimplementasikan.

Dengan dukungan dari Presiden dan komitmen dari DPR, diharapkan RUU Perampasan Aset ini dapat segera disahkan dan diimplementasikan secara efektif. Hal ini akan menjadi langkah penting dalam upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum di Indonesia. Namun, penting untuk memastikan bahwa prosesnya dilakukan secara hati-hati dan memperhatikan aspek keadilan, transparansi, dan hak asasi manusia.