Dugaan keterlibatan mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam upaya menghalang-halangi penangkapan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, dan buronan Harun Masiku, kembali mencuat ke permukaan. Kesaksian penyidik KPK, AKBP Rossa Purbo Bekti, dalam persidangan kasus dugaan perintangan penyidikan Hasto menjadi pemicunya. Hal ini memicu desakan agar KPK mengusut tuntas keterlibatan Firli.
Praswad Nugraha, mantan penyidik KPK, menyatakan Firli Bahuri layak dimintai pertanggungjawaban hukum atas dugaan tersebut. Ia mendesak KPK di bawah kepemimpinan Setyo Budiyanto untuk memeriksa pimpinan KPK era Firli Bahuri. Praswad bahkan meminta penetapan tersangka terhadap Firli, agar asas equality before the law benar-benar ditegakkan. KPK dinilai tidak objektif jika tidak berani menindak pimpinannya sendiri.
Praswad menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu. Ia menganggap kesaksian Rossa Purbo Bekti sebagai alat bukti kuat yang sesuai dengan Pasal 185 ayat 1 KUHAP. Kesaksian tersebut menjadi bukti bahwa Firli Bahuri, bukan hanya Hasto, yang terlibat dalam perintangan penyidikan.
Peran Firli Bahuri dalam Perintangan Penyidikan
Menurut Praswad, Firli Bahuri diduga melanggar pasal 21 tentang perintangan penyidikan. Lebih jauh, karena Firli merupakan pimpinan KPK, maka hukumannya bisa diperberat sesuai Pasal 67 UU KPK, yang menambahkan 1/3 dari ancaman hukuman pokok jika pimpinan KPK melakukan korupsi, termasuk menghalangi penyidikan tindak pidana korupsi.
Dalam kesaksiannya, Rossa Purbo Bekti mengungkapkan bahwa Firli Bahuri secara sepihak mengumumkan operasi tangkap tangan (OTT) pada 2019, padahal saat itu Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku belum ditangkap. Pengumuman tersebut dinilai telah membahayakan keselamatan tim penyidik dan menyebabkan Harun Masiku berhasil melarikan diri hingga saat ini.
Rossa menjelaskan, tim satgas KPK memanfaatkan teknologi untuk melacak keberadaan Hasto dan Harun Masiku. Namun, proses pengejaran terhambat karena adanya informasi yang menyebar luas mengenai OTT, sehingga Hasto dan Harun Masiku bisa mengantisipasi dan menghindari penangkapan.
Hambatan dan Interogasi Tim Penyidik
Rossa menceritakan detail kronologi kejadian, termasuk saat timnya menemukan transkrip percakapan antara Nurhasan (satpam di kantor DPP PDIP) dan Harun Masiku, yang menginstruksikan Nurhasan untuk menenggelamkan handphonenya. Hal ini terjadi sebelum pengumuman sepihak dari Firli Bahuri.
Tim penyidik KPK kemudian melacak keberadaan Hasto dan Harun Masiku di sekitar kompleks PTIK. Namun, mereka dihentikan dan diinterogasi oleh beberapa orang, termasuk mantan penyidik KPK, Hendy Kurniawan. Aksi ini menyebabkan tim kehilangan jejak Harun Masiku dan Hasto.
Selain diinterogasi berulang kali dan digeledah tanpa surat perintah, handphone Rossa dan timnya juga diminta oleh orang-orang tersebut. Mereka juga dipaksa melakukan tes urine, meskipun tidak ada alasan yang jelas. Semua ini, menurut Rossa, terjadi tanpa prosedur hukum yang benar.
Kesimpulan
Kesaksian Rossa Purbo Bekti mengungkap dugaan kuat keterlibatan Firli Bahuri dalam perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Desakan agar Firli Bahuri diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka semakin kuat, mengingat potensi pelanggaran hukum yang serius dan dampaknya terhadap proses penegakan hukum di Indonesia. Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas dan independensi KPK sendiri.
Kasus ini juga menyoroti perlunya reformasi internal di KPK untuk mencegah terjadinya peristiwa serupa di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik. Proses hukum yang adil dan transparan harus diutamakan agar keadilan benar-benar ditegakkan.