Polemik seputar gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menjadi sorotan publik. Isu ini mencuat pada Kamis, 21 Agustus 2025, memicu perdebatan mengenai besaran kompensasi yang diterima wakil rakyat. Diskusi ini penting untuk dipahami secara komprehensif guna menemukan titik terang.
Dosen FISIPOL Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Hairunnas, menekankan pentingnya melihat isu ini dari berbagai sudut pandang. Ia menilai, perlu adanya pemahaman yang rasional dan proporsional terkait gaji dan tunjangan anggota DPR. Kompleksitas tugas yang diemban anggota dewan, mulai dari pembuatan regulasi hingga pengawasan, menjadi pertimbangan utama dalam menentukan besaran kompensasi.
Hairunnas berpendapat bahwa kompensasi yang diterima anggota DPR adalah wajar, mengingat beban kerja mereka yang signifikan. Ia menegaskan bahwa penyesuaian tunjangan dapat diterima selama kinerja lembaga legislatif tetap terjaga sesuai aturan. Keseimbangan antara hak dan kewajiban harus dipastikan untuk menjaga kepercayaan publik.
Hairunnas juga menyoroti bahwa DPR terbuka terhadap kritik dari masyarakat. Ia melihat masukan masyarakat sebagai bagian dari proses demokrasi. Dengan adanya pengawasan publik, kompensasi yang diberikan diharapkan lebih sesuai dengan pencapaian kinerja nyata.
Pernyataan serupa juga datang dari Ketua DPR RI, Puan Maharani. Ia membantah adanya kenaikan gaji pokok anggota DPR. Perubahan yang ada, menurut Puan, hanya terkait tunjangan rumah. Anggota DPR periode 2024-2029 tidak lagi mendapatkan rumah dinas, namun diganti dengan kompensasi uang rumah.
“Enggak ada kenaikan gaji. Hanya sekarang DPR sudah tidak mendapatkan rumah jabatan, namun diganti dengan kompensasi uang rumah,” kata Puan.
Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, memberikan penjelasan lebih detail mengenai komponen gaji dan tunjangan anggota DPR. Ia menegaskan bahwa gaji pokok anggota DPR tetap mengacu pada peraturan yang berlaku. Gaji pokok ditetapkan sebesar Rp4,2 juta per bulan. Selain itu, terdapat tunjangan suami/istri, anak, serta tunjangan jabatan, komunikasi, dan kehormatan.
Indra Iskandar menjelaskan beberapa komponen tunjangan yang dulu ada, seperti bantuan listrik, telepon, dan uang asisten anggota, kini sudah tidak berlaku lagi. Total kompensasi yang diterima anggota dewan saat ini berbeda dengan periode sebelumnya, meskipun gaji pokok tidak berubah.
Perdebatan mengenai gaji dan tunjangan DPR diperkirakan akan terus berlanjut. Namun, baik akademisi maupun pimpinan DPR sepakat bahwa transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci. Dengan demikian, kompensasi yang diterima anggota legislatif diharapkan dapat diterima masyarakat secara wajar.