RUPTL 2025-2034: Momentum Emas Kebangkitan Energi Terbarukan Nasional

oleh

Investasi Energi Baru Terbarukan di Indonesia: Optimisme dan Tantangan Menuju Transisi Energi

Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko IPK) sangat optimistis bahwa investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) akan meningkat tajam setelah diterbitkannya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN periode 2025-2034. RUPTL ini menjadi titik tolak bagi perkembangan investasi EBT di Indonesia.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kemenko IPK, Rachmat Kaimuddin, menjelaskan bahwa implementasi RUPTL akan menjadi pemicu utama peningkatan investasi. Ia memperkirakan dampaknya akan terlihat dalam kurun waktu enam bulan hingga dua tahun ke depan. “Mulai titik nolnya pada saat RUPTL keluar. Kita lihat dari waktu enam bulan sampai satu tahun ke depan, dua tahun ke depan, di situlah prosesnya,” ujar Rachmat di Jakarta, Rabu (13/8/2025).

RUPTL 2025-2034 dianggap sebagai dokumen perencanaan yang sangat ambisius dan mencerminkan pergeseran signifikan menuju peningkatan penggunaan listrik ramah lingkungan. Rachmat menekankan bahwa RUPTL ini menandai komitmen Indonesia untuk beralih ke energi hijau. “RUPTL kita yang 2025-2034 itu sudah sangat ambisius. Benar-benar shifting yang luar biasa dari ambisi kita untuk lebih banyak lagi listrik hijau,” tegasnya.

Meskipun pertumbuhan investasi EBT pada semester I 2025 baru mencapai 0,6%, Rachmat yakin angka ini akan meningkat drastis seiring dengan realisasi proyek-proyek yang tercantum dalam RUPTL. Proyek-proyek tersebut diharapkan mampu menarik investasi dalam jumlah besar dan mendorong pertumbuhan ekonomi hijau.

Namun, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan, melihat kendala utama pertumbuhan investasi EBT saat ini terletak pada lemahnya permintaan listrik di pasar. Hal ini menyebabkan investor cenderung menunggu hingga pasar lebih stabil sebelum menanamkan modalnya.

“Pertumbuhan pasar yang tersendat menyebabkan permintaan terhadap listrik menurun,” ungkap Nurul. Ia menambahkan bahwa tantangan EBT bukan hanya soal produksi, tetapi juga ketersediaan pasar yang siap menyerap listrik hijau. “Listrik ini bukan barang yang bisa disimpan. Ketika dia sudah berproduksi, dia harus dibeli. Kalau tidak dipakai, ya hilang,” jelasnya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah gencar mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV). Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan konsumsi listrik dan menciptakan pasar yang menyerap energi dari pembangkit EBT. Dengan demikian, investasi di sektor EBT diharapkan dapat lebih menarik bagi investor.

Nurul juga menjelaskan bahwa mayoritas investor EBT di Indonesia adalah pihak swasta. Meskipun PLN menjadi pembeli utama listrik, investor cenderung menunggu hingga pasar domestik berkembang lebih stabil sebelum melakukan investasi besar-besaran. “Mereka masih dalam fase menunggu sampai pasar di Indonesia berkembang,” tambahnya.

RUPTL PLN 2025-2034 menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW) dalam 10 tahun ke depan. Sebanyak 61% atau 42,6 GW berasal dari EBT, menunjukkan komitmen besar pemerintah terhadap transisi energi. Sisanya berasal dari energi penyimpanan (15%) dan energi fosil (24%).

Porsi EBT yang dominan dalam RUPTL ini diharapkan dapat menjadi sinyal kuat bagi investor global. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia yang kuat untuk transisi energi berkelanjutan dan menarik investasi asing untuk proyek EBT di Indonesia. Pemerintah berharap hal ini akan berdampak positif bagi perekonomian dan lingkungan Indonesia.

Selain itu, perlu diperhatikan juga aspek regulasi dan insentif yang diberikan pemerintah untuk menarik investasi. Kejelasan regulasi dan insentif yang kompetitif akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor. Pemerintah perlu memastikan agar regulasi yang ada mendukung percepatan pengembangan EBT dan menciptakan iklim investasi yang kondusif.

Pemerintah juga perlu memperhatikan pembangunan infrastruktur pendukung, seperti transmisi dan distribusi listrik, agar energi terbarukan dapat tersalurkan dengan baik ke seluruh wilayah Indonesia. Kesiapan infrastruktur ini menjadi kunci keberhasilan transisi energi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.