Penggunaan jet pribadi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dalam Pemilu 2024 kembali menuai kontroversi dan menjadi sorotan publik. Koalisi Antikorupsi, gabungan Transparency International Indonesia (TII), Themis Indonesia, dan Trend Asia, telah secara resmi melaporkan dugaan korupsi terkait pengadaan dan penggunaan fasilitas mewah tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan tersebut disampaikan di Gedung Merah Putih KPK pada 7 Mei 2025. Peneliti TII, Agus Sarwono, menyatakan kecurigaan adanya tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan jet pribadi yang dianggarkan dalam APBN KPU RI tahun 2024. Tiga poin utama menjadi dasar pelaporan ini.
Kejanggalan Pengadaan Barang dan Jasa
Pertama, terdapat kejanggalan dalam proses pengadaan barang dan jasa, mulai dari perencanaan hingga lelang. Sistem e-katalog tertutup yang digunakan dinilai berpotensi membuka peluang korupsi, seperti suap atau kickback. Penyedia jasa yang terpilih juga tergolong perusahaan kecil dan belum memiliki rekam jejak yang jelas, menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan kompetensi.
Proses seleksi yang kurang transparan dan pertimbangan pemilihan vendor yang kurang meyakinkan membuat dugaan korupsi semakin kuat. Hal ini membutuhkan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap apakah ada unsur kesengajaan dalam proses pengadaan tersebut.
Pemanfaatan Jet Pribadi yang Tidak Relevan
Kedua, penggunaan jet pribadi dinilai tidak relevan dengan kebutuhan logistik Pemilu. Masa sewa jet berlangsung setelah tahapan distribusi logistik selesai. Lebih lanjut, rute penerbangan tidak menyasar daerah terpencil (3T), melainkan lokasi yang mudah diakses. Ini menimbulkan kecurigaan bahwa jet pribadi tidak digunakan untuk kepentingan pemilu seperti yang diklaim.
Ketidaksesuaian antara klaim penggunaan jet pribadi untuk menjangkau daerah terpencil dengan fakta di lapangan menunjukkan adanya potensi penyelewengan anggaran. Hal ini perlu ditelusuri lebih lanjut untuk memastikan apakah memang ada penyimpangan penggunaan dana negara.
Pelanggaran Aturan Perjalanan Dinas
Ketiga, penggunaan jet pribadi oleh pejabat KPU diduga melanggar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 113/PMK.05/2012 yang diperbarui dengan PMK Nomor 119/2023. Peraturan tersebut menetapkan bahwa perjalanan dinas pejabat negara di dalam negeri maksimal menggunakan kelas bisnis. Penggunaan jet pribadi, sebagai fasilitas mewah, bertentangan dengan aturan tersebut.
Pelanggaran terhadap aturan perjalanan dinas ini menunjukkan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan pemerintah. Hal ini memperkuat dugaan adanya penyimpangan penggunaan anggaran negara dan menunjukkan kurangnya akuntabilitas dari pihak KPU.
Tanggapan DPR dan Temuan Lainnya
Anggota Komisi II DPR RI periode 2019-2024, Ahmad Doli Kurnia, membenarkan bahwa DPR telah menegur KPU terkait penggunaan jet pribadi. Ia menilai tindakan tersebut tidak pantas karena dananya berasal dari APBN. DPR juga menemukan pengadaan lain yang berlebihan, seperti helikopter, rumah dinas, apartemen, dan mobil mewah (Toyota Alphard) untuk komisioner KPU.
Pengadaan fasilitas mewah yang berlebihan ini menunjukkan kurangnya efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan anggaran negara oleh KPU. Hal ini perlu menjadi perhatian serius agar anggaran negara digunakan secara tepat guna dan tidak terjadi pemborosan.
Kesimpulannya, kasus ini menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan anggaran negara, terutama untuk lembaga-lembaga publik. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci penting untuk mencegah terjadinya korupsi dan memastikan dana negara digunakan sesuai peruntukannya untuk kepentingan rakyat.
Investigasi menyeluruh dan transparan oleh KPK sangat diperlukan untuk mengungkap seluruh fakta dan memastikan pelaku yang bertanggung jawab diproses sesuai hukum yang berlaku. Kejadian ini juga mengingatkan pentingnya reformasi birokrasi dan peningkatan etika pemerintahan.