Ahok Kritik Tunjangan Perumahan DPR Rp 50 Juta: Gaji Rp 1 Miliar Tak Masalah Asal Transparan
Ketua DPP PDIP, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, turut menyoroti polemik tunjangan perumahan anggota DPR RI senilai Rp 50 juta. Ia menyatakan bahwa besaran tunjangan bukanlah masalah utama. Yang terpenting adalah transparansi dan profesionalitas kerja para wakil rakyat.
“Kalau saya, anggota dewan mau gaji Rp 1 miliar sebulan saya oke, tapi kamu buka dong anggaran kamu semua, kementerian semua anggaran dibuka dong. Biar kita tahu setiap sen pajak yang kita bayar dipanggil ke mana aja,” tegas Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu (20/8). Pernyataan Ahok ini menekankan pentingnya akuntabilitas penggunaan uang pajak.
Ahok menilai fungsi pengawasan DPR terhadap penggunaan uang rakyat belum berjalan maksimal. Ia bahkan mengaku telah menyampaikan kritik ini langsung kepada Fraksi PDIP di DPR. Menurutnya, para anggota dewan harus bertanggung jawab atas penggunaan anggaran negara.
“Sekarang kamu tahu gak pemerintah pakai duit berapa? Ya artinya lu (anggota DPR) gak lakukan tugasnya dong,” ujar Ahok. “Nah kita kritik di partai kami, kritik termasuk PDIP kemana aja kalian gitu loh. Jangan cuma mau terima gaji-terima gaji,” tambahnya.
Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, sebelumnya menjelaskan bahwa tidak ada kenaikan gaji anggota DPR. Namun, beberapa tunjangan mengalami penyesuaian. Ia menyebut kenaikan terjadi pada tunjangan beras, bensin, dan lainnya.
“Gaji tidak ada naik, gaji kami tetap terima kurang lebih 6 juta setengah, hampir 7 juta. Tunjangan-tunjangan beras kami cuma dapat 12 juta dan ada kenaikan sedikit dari 10 kalau tidak salah,” jelas Adies Kadir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (19/8).
Penyesuaian tunjangan ini, menurut Adies Kadir, membuat pendapatan bulanan anggota DPR menjadi sekitar Rp 69-70 juta. Kenaikan signifikan terlihat pada tunjangan bensin, yang kini mencapai sekitar Rp 7 juta per bulan, naik dari sebelumnya Rp 4-5 juta.
Terkait tunjangan perumahan Rp 50 juta, Adies Kadir menjelaskan bahwa tunjangan tersebut tidak berlaku bagi pimpinan DPR karena mereka telah mendapatkan rumah dinas. Namun, hal ini dikarenakan tidak semua anggota DPR mendapatkan rumah dinas.
“Itu setiap anggota, kalau pimpinan tidak dapat karena kami pimpinan kan dapat rumah dinas. Jadi memang ini disesuaikan dengan, sekarang ini kan tidak ada rumah dinas lagi, jadi anggota DPR sudah tidak ada rumah dinas, tidak dapat rumah dinas,” ungkap Adies Kadir. Penjelasan ini bertujuan untuk meluruskan kesalahpahaman publik mengenai pendapatan anggota DPR.
Polemik ini menyorot kembali pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Besaran tunjangan dan gaji anggota DPR perlu diimbangi dengan kinerja dan pengawasan yang efektif terhadap penggunaan anggaran. Ahok dan Adies Kadir mewakili dua sudut pandang yang berbeda dalam memandang masalah ini, namun keduanya sama-sama menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. Debat publik ini diharapkan dapat mendorong perbaikan sistem dan peningkatan transparansi di lembaga legislatif.