Oknum Polisi Pacitan Diduga Lakukan Pelecehan Seksual Tahanan Wanita

oleh

Pengadilan Negeri Pacitan menggelar sidang perdana kasus dugaan pencabulan dan persetubuhan terhadap tahanan perempuan oleh oknum polisi, Aiptu LC, pada Kamis, 3 Juli. Sidang yang digelar secara tertutup ini berfokus pada pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Pacitan.

Tiga jaksa, Nurhadi, Destian Rama, dan Muhammad Heriyansyah, membacakan surat dakwaan yang menjabarkan dugaan tindakan pencabulan dan persetubuhan yang dilakukan Aiptu LC terhadap seorang tahanan perempuan di dalam sel tahanan Mapolres Pacitan. Perbuatan ini diduga dilakukan secara berulang selama Aiptu LC bertugas di Polres Pacitan.

JPU, Rama Destian, menjelaskan bahwa perbuatan Aiptu LC melanggar Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual junto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sidang selanjutnya direncanakan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak JPU, termasuk alat bukti seperti keterangan saksi, ahli, dan surat-surat resmi.

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula dari penangkapan PW, seorang terduga mucikari, dalam operasi penyakit masyarakat (pekat) pada 26 Februari 2025. PW dituduh menyediakan anak di bawah umur di sebuah hotel di Kelurahan Sidoharjo, Pacitan. Ironisnya, di dalam sel tahanan, PW justru menjadi korban pemerkosaan yang diduga dilakukan oleh Aiptu LC.

Kasus ini kemudian ditangani oleh Polda Jatim. Setelah melalui proses hukum, Aiptu LC dinyatakan bersalah dan dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari institusi Polri. Ini menunjukkan keseriusan aparat dalam menangani kasus pelanggaran internal, walau tetap dibutuhkan mekanisme yang lebih efektif untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Dampak dan Implikasi Kasus

Kasus ini menimbulkan keprihatinan publik dan menggarisbawahi pentingnya perlindungan terhadap tahanan, terutama perempuan. Kejadian ini mengungkap kerentanan yang mungkin dialami oleh tahanan dan perlunya peningkatan pengawasan dan perlindungan di dalam fasilitas tahanan.

Selain itu, kasus ini juga menjadi sorotan terhadap penegakan hukum internal di kepolisian. Meskipun Aiptu LC telah dihukum, perlu evaluasi menyeluruh terhadap prosedur dan pelatihan untuk mencegah tindakan serupa terjadi lagi. Sistem pengawasan yang lebih ketat dan mekanisme pelaporan yang transparan sangat penting untuk menjamin akuntabilitas dan kepercayaan publik terhadap kepolisian.

Pentingnya Pencegahan

Untuk mencegah kasus serupa di masa mendatang, perlu beberapa langkah strategis. Pertama, peningkatan pelatihan bagi petugas penegak hukum tentang hak asasi manusia dan penanganan kasus kekerasan seksual sangatlah penting. Kedua, mekanisme pengawasan internal yang lebih ketat dan transparan harus diimplementasikan dan diawasi secara berkala.

Ketiga, penciptaan lingkungan yang aman dan kondusif di dalam fasilitas tahanan, termasuk pemisahan sel tahanan laki-laki dan perempuan yang lebih efektif, perlu dipertimbangkan. Terakhir, perlu adanya jalur pelaporan yang mudah diakses dan dijamin kerahasiaannya bagi para tahanan yang mengalami pelecehan atau kekerasan.

Kasus Aiptu LC menjadi pengingat penting akan pentingnya reformasi internal di kepolisian dan komitmen untuk melindungi hak-hak seluruh warga negara, termasuk mereka yang berada dalam tahanan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.