Seorang pria diduga oknum TNI di Sulawesi Selatan viral di media sosial karena memukul seorang pedagang sayur. Insiden ini bermula dari pemasangan bendera anime One Piece di mobil korban. Aksi kekerasan ini terekam video dan tersebar luas, menimbulkan kecaman publik.
Korban, seorang pedagang sayur berinisial PA, sedang mengendarai mobil bersama keluarganya ketika dihentikan oleh pelaku. Pelaku, mengenakan helm dan rompi oranye, langsung menghampiri mobil korban dan memprotes bendera yang terpasang. Sikap arogan dan tindakan kekerasan pelaku menjadi sorotan utama.
“Bendera apa ini. Kau warga negara apa. Ini bendera China,” teriak pelaku yang mengaku sebagai anggota TNI. Pernyataan ini menunjukkan arogansi dan kesalahpahaman pelaku yang mengira bendera One Piece adalah bendera negara lain.
PA berusaha menjelaskan bahwa bendera tersebut merupakan atribut dari anime populer One Piece, bukan simbol negara tertentu. Namun, penjelasan tersebut tidak diindahkan. Sebaliknya, PA malah mendapat pukulan dari pelaku.
“Bendera anime,” jawab PA, sebelum menerima tamparan dari pelaku. Aksi kekerasan ini menunjukkan ketidakmampuan pelaku dalam mengendalikan emosi dan menyelesaikan masalah dengan cara yang bijak. Kejadian ini menjadi bukti nyata bahwa tindakan kekerasan tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun.
Insiden ini telah memicu reaksi keras dari masyarakat. Banyak yang mengecam tindakan arogansi dan kekerasan yang dilakukan oleh oknum TNI tersebut. Warga mendesak agar pelaku diproses secara hukum dan diberikan sanksi yang setimpal atas perbuatannya. Kejadian ini juga menyoroti pentingnya edukasi dan pemahaman tentang kebebasan berekspresi, serta pentingnya anggota TNI untuk menjaga sikap dan bertindak profesional.
Kejadian ini juga menimbulkan pertanyaan tentang prosedur dan mekanisme pengawasan internal di institusi TNI. Bagaimana kejadian seperti ini bisa terjadi dan apa langkah-langkah yang akan diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang? Tanggung jawab institusi dalam memastikan perilaku anggota tetap terjaga dan sesuai kode etik juga menjadi sorotan penting.
Setelah insiden tersebut, pelaku akhirnya didesak untuk meminta maaf kepada korban. Namun, permintaan maaf ini tidak serta merta menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan. Perlu proses hukum yang transparan dan adil untuk memastikan keadilan tertegak. Kasus ini juga menjadi pengingat akan pentingnya penegakan hukum yang tegas dan konsisten untuk semua pihak, tanpa memandang status atau jabatan. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak.