Langsung berbaring setelah makan mungkin tampak sepele, namun bagi penderita Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), kebiasaan ini dapat memperburuk kondisi mereka. Posisi berbaring meningkatkan risiko asam lambung naik ke kerongkongan, menyebabkan sensasi panas di dada (heartburn) dan ketidaknyamanan.
Prof. Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RS Cipto Mangunkusumo, menjelaskan hal ini secara rinci. Beliau menekankan bahwa tekanan dalam lambung meningkat setelah makan, dan berbaring langsung setelahnya memperparah situasi.
“Tekanan di dalam lambung semakin besar, apalagi kalau habis makan langsung tiduran. Ini sering terjadi, makan sambil rebahan nonton drama Korea, akhirnya memicu reflux disease,” ujar Prof. Ari. Pernyataan ini menyoroti betapa kebiasaan sehari-hari yang tampaknya tidak berbahaya dapat berdampak negatif bagi penderita GERD.
Obesitas juga merupakan faktor risiko yang signifikan. Lemak di area perut meningkatkan tekanan pada lambung, membuat asam lambung lebih mudah kembali ke kerongkongan. Kombinasi obesitas dan kebiasaan berbaring setelah makan akan meningkatkan risiko GERD secara signifikan.
“Obesitas jelas membuat tekanan di perut meningkat. Kalau ini dikombinasikan dengan langsung tiduran setelah makan, risikonya jadi berlipat ganda,” jelas Prof. Ari. Pernyataan ini menekankan pentingnya menjaga berat badan ideal untuk mengurangi risiko GERD.
Selain itu, gaya hidup modern turut berperan. Konsumsi alkohol, rokok, kopi berlebihan, stres, dan pola makan tinggi daging merah serta makanan asin dapat memicu peningkatan produksi asam lambung. Makanan-makanan tersebut sebaiknya dihindari atau dikonsumsi dalam jumlah terbatas.
Prof. Ari menyarankan untuk memilih ikan sebagai sumber protein daripada daging merah. “Kalau ada pilihan daging atau ikan, saya akan pilih ikan. Karena makan daging bisa meningkatkan sekresi asam lambung,” katanya. Ini menunjukkan pilihan makanan yang lebih sehat untuk mengurangi risiko GERD.
Stres juga merupakan faktor penting yang sering diabaikan. Stres memicu tubuh memproduksi hormon yang meningkatkan produksi asam lambung. Pengelolaan stres yang baik sangat penting untuk mencegah kambuhnya GERD.
“Kita sering mengabaikan ini, padahal hubungan stres dengan asam lambung itu nyata,” tegas Prof. Ari. Pernyataan ini menyoroti pentingnya penanganan stres secara proaktif.
Untuk mengurangi risiko GERD, beberapa langkah sederhana dapat dilakukan. Hindari berbaring minimal 2-3 jam setelah makan. Kurangi konsumsi alkohol, rokok, kopi, makanan asin, dan daging merah. Pilih sumber protein rendah lemak seperti ikan. Jaga berat badan ideal. Kelola stres dengan baik melalui olahraga, meditasi, atau aktivitas relaksasi.
Perubahan gaya hidup sederhana ini dapat membuat perbedaan yang signifikan bagi penderita GERD. Mengabaikan gejala dan tidak mengubah kebiasaan dapat memperburuk kondisi.
“Perubahan gaya hidup sederhana bisa membuat perbedaan besar bagi penderita GERD. Jangan menunggu sampai gejalanya parah baru mengubah kebiasaan,” pungkas Prof. Ari. Pesan ini menekankan pentingnya tindakan pencegahan dan perubahan gaya hidup dini untuk mengatasi GERD.
Selain tips di atas, penting juga untuk memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi. Hindari makanan berlemak tinggi, pedas, dan asam. Makan dalam porsi kecil dan sering dapat membantu mengurangi tekanan pada lambung. Konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi untuk mendapatkan rencana diet yang sesuai dengan kondisi Anda. Penggunaan obat-obatan sesuai resep dokter juga penting untuk mengontrol produksi asam lambung dan meredakan gejala GERD. Terapi perilaku kognitif (CBT) dapat membantu dalam manajemen stres, yang merupakan faktor penting dalam perkembangan dan keparahan GERD.